Advertising by :

Advertisement

Tuesday, May 6, 2008

3 anak babi dan N

3 Anak Babi + ‘N’

Tema: Pemberontak

Author: Aika-Chan126

Language: Indonesia

Allow!!

Inilah my pirst panpik yang ancur

Dibaca ya!!


Tokoh:

Anak babi 1:Inuzuka Kiba

Anak babi 2:Uchiha Sasuke

Anak babi 3:Haruno Sakura

Anak babi ‘N’:Uzumaki Naruto

Serigala:Uchiha Itachi (habis..gak ada ide lagi)


Jreng jreng jreng layar panggng telah diangkat

“Pada zaman dahulu kala,di suatu tempat hiduplah 4 anak babi”kata sakura yang membacakan prolog (ato apalah namanya)

“4 anak babi?bukannya Cuma 3?”(sasuke)

“perasaanku gak enak deh”(kiba)

“dan tokoh utamanya aku!!”(naruto)

Story start!!

Karena para 4 anak babi baru menemukan hutan tempat tinggal mereka yang baru,mereka akan membuat rumah

Kiba babi membuat rumah dari jerami

“karena ringan aku bisa membuatnya”jelas kiba

Sasuke babi membuat rumah dari kayu

“gimana lagi?bahannya Cuma ada ini sih!”kata sasuke

Sakura babi membuat rumah dari batu bata

“kekokohan yang paling penting!”kata sakura

Sedangkan Naruto babi…

Dia hanya bermalas-malasan saja

“hei naruto kamu tidak membangun rumah?nanti kalau hujan bagaimana?”

“tenang saja sakura-chan,aku tidak akan kehujanan kok!”

Tanpa sengaja naruto menemukan gua,jadi disanalah ia tinggal

Lalu serigala(itachi)datang

“babi,babi, daging babi!!”

Lalu sang serigala meniup roboh rumah jerami milik kiba babi

Kiba pun terpental sejauh 345 meter

Naruto babi yang melihat kejadian itu pun lalu..

“yeeaah,ayo beraksi!!”

Dengan sigap dia menangkap jerami-jerami itu

Lalu dia membuat tikar,sepatu jerami,rompi,taplak meja sampai hiasan dinding

Interior gua itu menjadi sangat bagus!

Sang serigala dating lagi,kali ini dia meniup roboh rumah kayu milik sasuke babi

Dan lagi-lagi..si naruto bai menangkap semua kayu-kayu tersebut

Kayu-kayu tersebut pun dibuat menjadi pintu gua,tempat tidur dan lemari

Lalu sang serigala berniat meniup roboh rumah batu bata milik sakura babi

Tetapi dia gagal

“dasar serigala bodoh!rmah batu bata mana bisa di robohkan dengan ditiup!tapi aku harus mendapatkan batu bata itu!”

Lalu naruto babi memberikan palu besar kepada serigala itachi

“bodoh!nih pakai pal ini!”

“he..DASAR BODOH!”

DOOOONNGGG

Sang serigala memukul naruto babi,akhirnya naruto babi tertangkap

Dan serigala itachi sangat senang karena akhirnya dia bisa makan daging babi

Agar susah dimakan,naruto babi berteriak sekencang kencangnya

“hweeeee,hentikan!jangan makan aku!rasaku tidak enak!”

“berisik amat sih ini babi!”

Lalu serigala akan menyumpal mulut naruto babi dengan batu

“eh mulutku yang ini”

Karena naruto babi menunjuk hidungnya maka…

Serigala itachi menyumpal hidungnya

“yeah!jurus bom hidung!!”

TARR TARR

Lalu naruto babi meniup batu yang ada di hidungnya dengan nafasnya ke muka serigala

(bayangin aja sendiri susah di katain)

Sang serigala yang marah pun mengayun ayunkan palu besar itu secara membabi buta dan rumah bata itu dihancurkannya

Lalu serigala pulang ke hutan sambil menangis

“hooooorrrrreeeeeee,kita berhasil mengusir serigala itu!!”

“ha?kita?gue aja kali lo enggak!”kata naruto babi

Karena tidak punya pilihan,kiba babi,sasuke babi dan sakura babi tinggal di gua milik naruto babi

“duh,se..sempitnya”kata sakura

“oya,kalian tahu kan kapan harus bayar uang sewa?”

“siapa yang mau bayar!?”(sakura)

“kamu diam saja deh!!”(sasuke)

“dasar kamu inii…..!!”(kiba)

“hehe dramanya sukses,!!”

THE END

First Surprise

Language: Indonesia

Summary: Sasuke & Sakura pergi menjalankan misi. Tapi ternyata warga Konoha menyembunyikan sesuatu dari mereka berdua… SasuSaku, OneShot!

Disclaimer: I DO NOT OWN ANY OF THESE THINGS. Semua punya Masashi Kishimoto.

A/N: Request from, syapa lagi kalo’ bukan Odol Anggur? Aku engga’ berbakat di cerita Romance, aku berbakatnya di Comedy. Jadi kalo’ ada nyang nganggepin, “Ini mah bukan Romance!”, maklumin aje yeh! Oiya, aku hampir lupe. Timeline-nya Shippuden, tapi Sasuke masih baik-baik aja dan masih ada di Konoha.

First Surprise

Author: Inuzumaki Helen

Senin malam, pukul 20:00 waktu Konoha, kantor Hokage…

“Ya, begitulah. Terima kasih sudah mau membantuku. Sampai jumpa.”

Senin malam, pukul 20:10 waktu Konoha, kantor Hokage…

“Sasuke, Sakura, ada misi untuk kalian. Tanpa Naruto,” kata Tsunade.

“Dimana?”

“Di dalam hutan di ujung desa. Disitu adalah sarang kelompok penjahat ‘Kekkai’. Kalian harus mengalahkan mereka dan membawa mereka kesini untuk dipenjara. Mereka sudah membuat banyak kerusuhan di Konoha,” kata Shizune sambil menyerahkan 2 buah laporan kepada Sasuke & Sakura.

Sasuke & Sakura menerimanya tanpa berkata apa-apa.

“Ada yang mau ditanyakan?” tanya Tsunade.

Mereka berdua menggeleng.

“Kalau begitu, pergilah.”

Mereka mengangguk dan dalam hitungan detik, mereka sudah menghilang.

Beberapa detik setelah mereka pergi, Tsunade sang Godaime segera menelepon seseorang.

“Mereka sudah pergi. Segera mulai rencananya.”

“Baik,” kata suara diseberang.

Jauh dari kantor Hokage, Sasuke & Sakura sedang berlari menuju ujung desa, tempat dimana persembunyian ‘Kekkai’ berada. Bayangan mereka berkelebat di timpa sinar bulan purnama. Mereka tak banyak bicara, karena mereka memang tak punya apa pun untuk dibicarakan.

Senin malam, pukul 20:23, waktu Konoha, Hutan Asamanokawa

Mereka akhirnya sampai di hutan Asamanokawa (emang di Konoha ada hutan Asamanokawaaaa…?? Ngarang aja neh! Emang ngarang! Kalo’ engga ngarang, apa dong? Nggarong? Itu mah kucing…). Hutan itu sudah gelap (nyaiyalah! Namanya juga hutan malem ari!). Sinar bulan tidak bisa menembus kelebatan pohon-pohon dihutan itu. Sepertinya ‘Kekkai’ (tiap nulis ‘Kekkai’ harus pake tanda petik.. hhe..) benar-benar tepat memilih hutan Asamanokawa sebagai tempat persembunyian.

“Bagaimana ini Sasuke? Aku takut gelap,” kata Sakura.

“Tenang saja. ‘Kekkai’ tak ada apa-apanya. Mereka hanya geng kecil,” kata Sasuke sambil ngeloyor pergi.

“Hei, Sasuke! Yang kubilang kan kegelapan, bukan ‘Kekkai’! Sasuke, tunggu!”

“Eh, gelap ya?” tanya Sasuke. Ia berhenti berjalan dan berbalik badan.

“Ya iyalah! Kau dengar itu ‘Kekkai’? Apa hubungannya ‘gelap’ dan ‘Kekkai’??” tanya Sakura kebingungan.

“Eh…”

JDUK!

Terdengar sesuatu yang terjedot. Sasuke, dengan sikap waspadanya, segera berlari menuju arah datangnya suara. Sakura mengikuti dari belakang.

“Siapa itu!?” tanya Sasuke lantang.

“Ichimanogori, anggota ‘Kekkai’!”

‘Kekkai’…

“Umm… kau tidak apa-apa?” tanya Sakura.

“Sakura, jangan dekat-dekat dia! Dia berbahaya!”

“Tidak apa-apa kok. Aku yakin dia baik. Orang dia sampai terjedot,” jawab Sakura kalem.

“…”

“Kau tak apa-apa kan?”

“Ya, aku tak apa-apa. Ah, aku Ichimanogori, anggota ‘Kekkai’.”

“Kami sudah tau itu,” kata Sasuke ketus.

Cowok berambut hijau itu tidak bertampang masam karena perlakuan Sasuke. Sebaliknya, ia malah tersenyum cerah. Lalu ia memijat-mijat pipinya.

“Umurku 18 tahun. Aku berasal dari Konoha. Dan, ini rahasia ya.. aku masih pakai celana dalam Spongebob,” bisik Ichimanogori.

Sakura tertawa kecil. “Haha… Bisakah kau beritahu dimana persembunyian ‘Kekkai’?” tanya Sakura.

“Tidak. Kau tidak perlu mengetahuinya. Dan kau juga tak perlu memasang tampang siaga,” tambah Ichimanogori ketika melihat tatapan Sasuke. Ia masih memijat-mijat pipinya.

“Aku beri tahu ya. Tadi aku dengar omongan bos dengan Godaime. Katanya dia ingin melakukan suatu kejutan untuk Sasuke & Sakura di desa. Karena itu dia mengirim mereka kesini. Kalian kenal Sasuke & Sakura?” tanya Ichimanogori.

“… Kami Sasuke & Sakura,” kata Sasuke & Sakura bersamaan.

“OH! Jadi kalian ya? Aku tak tau kejutan apa itu tapi aku senang kejutan. Sebaiknya kalian segera pulang untuk melihatnya,” saran Ichimanogori.

“Benarkah?”

“Apa?”

“Yang kau katakan tadi? Tentang Godaime dan bos-mu,” tanya Sasuke.

“Iya! Aku tidak bohong! Aku kan anak jujur,” kata Ichimanogori sambil meletakkan tangan kanannya di dada kirinya dan melakukan sebuah hormat. Ia lalu berdiri dan berjalan menuju hutan.

“Ichimanogori!” teriak Sakura.

Ichimanogori berbalik badan. “Ya?”

“Boleh kami memanggilmu Ichi ketika kami balik kesini lagi?” tanya Sakura.

Ichimanogori tersenyum lagi, lebih cerah dari yang pertama. “Tentu!” jawabnya. Ia segera berbalik lagi dan berlari menuju lebatnya hutan Asamanokawa.

“Sakura, sebaiknya kita segera pulang dan cari tau apa yang direncanakan para warga.”

Sakura mengangguk. Dengan itu, mereka segera berlari pulang ke desa.

Sesampainya di desa, mereka melihat sebuah spanduk besar yang belum jadi. Tertulis disana, ‘HA’. Desa terlihat lebih terang dari biasanya. Banyak warga lalu-lalang. Anehnya, mereka membawa barang-barang aneh. Ada yang bawa cat, ada yang bawa palu. Kegiatannya pun aneh. Ada yang sedang memaku, ada yang sedang menaikkan sebuah spanduk. Sasuke & Sakura melongo. Mereka tak mengerti.

Mereka terus melongo sampai tiba-tiba ada warga yang berteriak, “Hei semua! Itu Sasuke dan Sakura!!” dan disertai dengan warga yang bertatapan gawat-ada-sasuke-dan-sakura-semua-habis-sudah. Mereka segera berlari kesana-kemari. Ada yang memaku lebih cepat, ada yang membereskan tangga lebih cepat, ada yang sedang menyelesaikan spanduk bertuliskan ‘HA’ tersebut. Seterlah dilihat, ternyata yang menyelesaikan spanduk itu adalah Chouji. Tapi kali ini, tanpa keripik. Aneh.

Mereka sedang memerhatikan Chouji mengukir 2 huruf penyambung ‘HA’, ‘PP’, ketika seseorang menutup mata mereka berdua.

“Hei! Ada apa ini?!” tanya Sasuke kalap.

“A-aku tidak tau! Gelap! Aku takut gelap!!” balas Sakura.

“Hoi, Chouji! Cepat selesaikan!” teriak seseorang dibelakang mereka.

“Ki-kiba?” tanya Sasuke.

“Halo Sasuke!” kata Kiba (Kyaaaa..!! My darling!! Narsis mode on).

“Atas dasar apa kau lakukan ini?!” tanya Sasuke lagi.

“Atas dasar sebuah kejutan. Aku ada kerjaan. Bye! Oh ya, aku sampai lupa,” kata Kiba. Ia lalu memutar badan keduanya lalu pergi meninggalkan mereka berputa-putar seperti orang bego.

15 menit kemudian, para warga sudah selesai dengan pekerjaannya masing-masing. Mereka segera menuntun Sasuke dan Sakura menuju suatu tempat. Ketika mereka sudah sampai di ‘spot’ tersebut, mereka membuka penutup mata keduanya. Keduanya hanya bisa melongo (lagi).

Desa dihias seperti acara festival Musim Panas. Tapi yang paling menarik perhatian mereka berdua adalah spanduk yang tadi dikerjakan Chouji. Mereka membacanya perlahan.

“HAPPY 1ST ANNIVERSARY, SASUKE & SAKURA!”

Sakura menutup mulutnya tanda tak percaya. Sementara Sasuke hanya diam, mukanya memerah.

“Seperti yang tertulis di spanduk itu, HAPPY 1ST ANNIVERSARY, SASUKE DAN SAKURA!!” teriak Tsunade beserta seluruh warga.

Sakura masih menutup mulutnya, mukanya merah seperti tomat mateng dikasi cat merah 2.000.000 ml. Sasuke pun begitu. Tapi yang ini cat-nya cuma 1.000.000 ml.

“Kami pikir kalau Nenek Tsunade menyuruh kalian pergi untuk sebuah misi, kalian pasti pulangnya masih lama,” kata Naruto (Kyaaaa…!! My second darling…!!... Narsis mode off Makasih, makasih…).

“Lalu ketika kalian pergi untuk misi tersebut, kami mendekorasi desa,” sambung Hinata.

“Kami dengar kalian suka festival Musim Panas,” kata Ten Ten.

“Ternyata kalian pulang lebih cepat, diluar dugaan,” sambung Ino.

“Kalian… melakukan ini semua untuk apa?” tanya Sakura.

“Tentu saja untuk merayakan 1 tahun kalian jadian!” kata Shizune.

“Aku lihat kalian lupa tentang itu. Jadi terpaksa kami ingatkan,” kata Jiraiya.

“Ayo, kita ke Ichiraku!” teriak Naruto semangat.

Ino, Hinata dan Ten Ten menarik Sakura dan Sai, Kiba, Naruto, Neji dan Shikamaru menarik Sasuke yang masih bengong.

Sesampainya di Ichiraku, mereka berdua melihat sebuah pemandangan aneh untuk sebuah kedai ramen. Kedai itu telah didekorasi sedemikian rupa sehingga berbentuk, berbau dan kelihatan seperti restoran Prancis (bulukan?). Tiba-tiba teman-teman Sakura & Sasuke mengerubuti mereka dan terjadilah kegaduhan sepanjang masa (hiperbolissss…). Ketika kegaduhan itu sudah mereda dan teman-teman mereka mulai menjauh, para warga bisa melihat Sasuke & Sakura, berpakaian tidak seperti biasanya.

Sasuke, yang biasanya memakai ikat kepala Konoha, celana pendek dan kaos, sekarang memakai tuxedo hitam lengkap dengan dasi kupu-kupunya. Ikat kepalanya sudah dilepas oleh Shikamaru.

Sementara Sakura, yang biasanya memakai bando pink dan baju serba pink, kini tampil sangat berbeda. Rambutnya dijepit dengan jepitan bunga mawar berwarna pink, bajunya gaun berwarna ungu muda. Tomatnya Sasuke langsung dilumurin ml cat merah! Abis Sakura-nya cantik banget!

Melihat reaksi temannya itu, para cowok langsung teriak. “CIEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEHHHHH………..!!”. Yang cewek pun juga ikut teriak ketika mereka melihat tomatnya Sakura juga udah dilumurin cat merah.

Mereka segera menyeret teman mereka itu menuju sebuah meja disudut kedai. Meja itu berbentuk bulat. Diatasnya terdapat taplak meja berwarna putih bersih cemerlang (Surf putih bersih cemerlang!). Diatas taplak itu berdiri tegap sebuah tempat lilin terbuat dari perak. Didalamnya terdapat 2 buah lilin tinggi. Mereka pun menyuruh Sasuke & Sakura duduk di kursi berlengan berwarna merah, dihadapan meja tersebut. Mereka hanya menurut. Takut Kyuubi-nya Naruto bisa mengganas.

Ketika mereka sudah duduk, pemilik Ichiraku Ramen, Teuchi, menyerahkan 2 buah daftar menu. Sekarang Teuchi berpakaian rapi. Memakai tuxedo putih dan membawa lap, persis seperti pelayan beneran!

“Ah, paling-paling menunya ramen semua…” batin mereka berdua.

Ketika mereka membuka halaman pertama, memang ramen. Khas Ichiraku. Tapi ketika membuka lembar kedua, banyak makanan dari luar negeri. Sebut saja Spaghetti Bolognaise, Carbonara Spaghetti, Kare, Roti Canai, Pizza, Nasi Ayam (1 makanan yang selalu aye makan kalo’ ke Alamanda), Nasi Campur, Tom Yam, Fu Yung Hai, sampe ada Sayur Asem, Sayur Nangka, Sayur Duren (eh, emang ada?! Kalo’ beneran ada, aye ga’ bakal mau makan!! Seumur-umur!!), Cah Kangkung, Sayur Bayem, Sup Sosis, Kerak Telor (hmm… my favorite!), dan ada dodol Garut pula! Tapi itu buat dessert.

“Ayo, mau pesan apa?” tanya Teuchi.

“Eh, kok ini ga’ ada daftar harganya?” tanya Sakura.

“Hari ini kan spesial, jadi gratis,” jawab Teuchi.

“HAAAAH?! GRATIS!? Beneran?!” teriak Sasuke & Sakura bersamaan.

“Iya.”

“Umm… kalo’ gitu, aku mau Carbonara Spaghetti aja. Kau mau apa, Sasuke?” tanya Sakura pada Sasuke.

“Eh, aku Nasi Ayam aja,” jawabnya.

“Dan minumnya?” tanya Teuchi.

“Aku milk shake strawberry.”

“Kalau aku air putih.”

“Baiklah. Akan segera kami antar,” kata Teuchi sambil berjalan pergi.

“Menurutmu, kenapa mereka semua melakukan ini?” bisik Sakura.

“Kan tadi sudah jelas. Kita lupa tanggal jadian kita kapan,” bisik Sasuke balik.

“Bukan. Maksudku dengan Ichiraku Ramen,” bisik Sakura.

“Oh. Aku tak tahu.”

“Wah, asik tuh, mereka bisik-bisik lho! Ada rahasia antar pasangan tuh!” kata Ten Ten.

Beberapa saat kemudian, terlihat Ayame keluar dari dapur. Ia membawa nampan berisi 2 buah gelas tinggi dan 2 buah piring lebar. Melihat Ayame berjalan pelan kayak Putri Solo belajar jalan, yang lain jadi gatel pengen dorong dia. Ketika sampai di meja Sasuke & Sakura, Ayame segera berkata, “Ini pesanannya. 1 Carbonara Spaghetti, 1 Nasi Ayam, 1 Milk Shake Strawberry dan 1 air putih. Selamat menikmati.”

“Terima kasih,” jawab mereka bersamaan.

“Idih! Kalo’ ngomong samaan mulu! Serasi banget sih ni anak 2!” kata Tsunade.

“Tenang, Tsunade-sama, tenang…” kata Shizune mengelus punggung Tsunade. Tapi Tsunade malah nangis. Ga’ sanggup liat itu anak 2 berbahagia. Jahat amet ya? Masa’ liat orang bahagia ga’ mau? –ditimpuk kayu 12 ton sama Tsunade-

Setelah cuci tangan, berdoa bersama, cium tangan-cium pipi, cipika-cipiki (lho?) akhirnya Sasuke & Sakura makan dalam diam. Yang lain bener-bener pengen ngelahap mereka berdua. Diem mulu!

Ketika mereka berdua sudah selesai makan, tiba-tiba Sasuke berdiri dan merangkul Sakura. Yang nonton ber-Oooohhh… ria. Ada yang tepuk tangan malah. Norak.

“Aku ada perlu sama Sakura. Bye.”

Dengan itu, Sasuke membawa pergi Sakura (diculik?) keluar jendela Ichiraku. Ada yang masih ber-Oooohhh… ria, ada yang tepuk tangannya makin menjadi-jadi, ada yang nangis malah, termasuk Hinata dan Tsunade.

Diluar Ichiraku…

“Sasuke, kita mau kemana?” tanya Sakura.

“Lihat aja nanti,” jawab Sasuke singkat.

Sasuke berhenti di suatu tempat. Tempat itu adalah Hutan Asamanokawa. Kegelapannya membuat Sakura agak merinding, tapi tiba-tiba ketakutannya hilang ketika ia merasa ada yang menggenggam tangannya. Ketika ia menolehkan kepalanya pada tangannya dan menelusurinya, itu adalah tangan Sasuke. Ia sedang menatap lurus kedepan, tapi sepertinya sedang mencari sesuatu.

“Sasu-“

“Shhh…”

“Kau sedang apa?” tanya Sakura.

“Aku sedang mencari Ichi,” jawab Sasuke.

“Untuk apa kau mencari Ichi?” tanya Sakura.

“ICHI!!” teriak Sasuke, membuat Sakura budek selama beberapa saat.

Seketika itu juga, terlihat sekelebat bayangan orang berlari. Saat itu juga, Ichi sudah ada di depan mereka.”

“Ichimanogori, anggota ‘Kekkai’ at your service! Oh, halo kalian berdua!! Senangnya hatiku bertemu kalian!” kata Ichi sambil melakukan ‘pijatan pipi’ khas-nya.

“Ichi! Tunjukkan air terjun itu.”

“Tentu!”

“Air terjun apa Sasuke? Sasuke?”

Sakura melihat Sasuke tersenyum. Matanya masih memandang ke depan, tapi dia definitely tersenyum.

Akhirnya setelah 5 menit berjalan, mereka sampai di sebuah air terjun tinggi. Sinar bulan membuat kilau-kilau pada permukaan air. Bunyinya menenangkan.

“Selamat bersenang-senang,” kata Ichi dan dia segera melompat keluar dari ruang lingkup mereka berdua.

“Air terjun? Aku tak tau ada air terjun didalam hutan Asamanokawa,” kata Sakura.

“Well, inilah air terjunnya,” jawab Sasuke.

Mereka duduk di atas sebuah batu besar nan tinggi, menikmati gemericik air yang turun dari gunung. Di bawah sinar rembulan, siluet mereka terlihat bahagia seperti yang punya siluet.

--

--

--

-Owari-

A/N: Kyaaaa…!! Baru pertama kali bikin FF Romance, jadi kaya’ gini deh. Lagi buat sequel-nya nih, namanya… ada deh! Pokoe tunggu aja. Lagi ngerjain beberapa fic juga, jadi sibuk. REVIEW!! Makasih… membungkukkan badan. Oiya, mohon maap kalo' ada yang salah ama.. yah.. apa ajalah! Aku kan masih junior. Makanya, REVIEW, ocheh?

Mau Seneng-seneng Malah, Kena Musibah

Language: Indonesia

Mau Seneng-seneng Malah, Kena Musibah

Author Hola-Ucup-Disini

“Asyikk, gw dapet tiket liburan ke Amrik. Tsunade sama tumben baik ya” celoteh Kiba dengan riang gembira diiringi anjing setianya Akamaru.

“Hey Akamaru berhubung nih tiket cuma satu, kita nggak bisa ngajak yang lainnya” ucap Kiba dengan sedih.

“Guk, guk, guk, kaing-kaing” kata Akamaru (maaf author nggak tau bahasa anjing, jadi cuman nulis kayak gini)

“Iya bener Akamaru, sendiri mungkin lebih baik. Jadi kita bisa jalan-jalan sepuasnya” Kiba berlari-lari kecil menuju rumahnya.

Sampai di rumah Kiba mencari-cari kakaknya “nee-chan, neechan” tidak ada jawaban. ‘Kemana ya nee-chan? Apa dia lagi patroli? Ah bodo amat, nanti juga ketemu. Sekarang gw mau mandi dulu, abis itu gw makan’ pikir Kiba yang segera ke kamar untuk mencari baju ganti. (Bau anjing ya tetep aja bau anjing hehehehe)

Setelah mandi Kiba menuju ke dapur mencari makanan. Akamaru menggonggong di kakinya. “Ya, sebentar Akamaru. Emang kamu aja yang laper, gw juga tau” hardik Kiba yang membuat Akamaru terdiam tidak menggonggong lagi.

Kiba menaruh makanannya di meja lalu mengambil snack anjing buat Akamaru. “Nih snacknya, makan ya yang kenyang. Kalau kurang bilang ama gw. Mumpung ne-chan belum pulang” kata Kiba yang sedang menaruh snack yang ada di piring anjing ke lantai.

Selesai makan, Kiba menuju ke ruang TV. Kiba menonton TV sampai-sampai dia ketiduran di kursi panjang. Akamaru tertidur di pangkuan Kiba.

“Eh nih anak, kebiasaan nonton TV terus ketiduran di kursi. Gimana listriknya nggak naek. Dah bayaran listriknya mahal. Apa dia nggak tau, kalau ada denda listrik” Kakaknya ngdumel terus. (Emang di Indonesia apa?)

Kiba dibiarkan tidur di kursi oleh kakaknya. Lagian juga kakaknya bales ngebangunin Kiba. Abis kalau dibangunin ntar Kiba tau-tau ngegigit, dah kayak anjing aja dia.

Keesokan Paginya

Kiba terbangun gara-gara Akamaru menjilati wajahnya. “Akamaru, apa-apaan sih loe. Gw kirain cewek, tau-taunya eloe, dah ah minggir” Kiba menggeser Akamaru dari wajahnya. ‘busyet dari kemaren sore gw tidur di kursi and kagak dibangunin ama kakak gw. kelewatan bener dah tuh kakak cewek. Jam brapa neh?’ pikir Kiba yang kemudian memperhatikan jam di dinding.

“HAH JAM 8 PAGI, WADUH GW BISA-BISA KETINGGALAN PESAWAT NEH. NEE-CHAN, NEECHAN” teriak Kiba di pagi hari.

“Woi ada apaan sih berisik amat. Baru juga jam 8 pagi dah bangun loe. Biasanya jam 10 baru bangun. Ada apaan Kiba?” kata kakaknya.

“Gw mau berangkat ke Amrik neh. Ada proyek dari Tsunade sama” Kiba berbohong ke kakaknya.

“Huh yang bener loe. Tumben Tsunade sama ngirim ninjanya ke luar negeri. Proyek apaan sih?” tanya kakaknya yang masih memberikan tampang terkesan.

“Huh nanya melulu. Dah bantuin gw ngepakin baju pesawatnya berangkat jam 9.30 hari ini. Jadi gw nggak mau telat” kata Kiba panik.

“Eit, sejak kapann loe nyuruh-nyuruh mbak loe. Dasar adek kurang ajar” kakaknya marah.

“Iya-iya maaf, nee-chan bantuin gw dunkz, buat ngepakin baju gw. please” kata Kiba merayu.

“Heemm, boleh sih gw bantuin loe. tapi beliin gw oleh-oleh ya” Kakaknya mulai memberi persyaratan ke Kiba.

“Iya-iya nanti gw beliin” kata Kiba yang sekarang berdiri dan berlari ke kamar mandi buat mandi.

Sepuluh menit kemudian

“Kiba makan dulu jangan lupa, Akamaru juga” kakaknya teriak dari dapur.

“Iya-iya, eh nee-chan semuanya dah dimasukin ke koper kan?” tanya Kiba yang sekarang memakai baju dan menyisir rambutnya terburu-buru.

“Ya sudah. Tuh semuanya ada di ruang tv, jadi kamu tinggal berangkat aja. Oh jangan lupa cek dulu tiketnya dah dibawa belum” kata kakaknya mengingatkan.

‘Siip semua dah beres, tiket dah, koper dah siap. duit dah dibawa’ Kiba menuju ke ruang makan dan makan.

Kiba kemudian makan diikuti oleh anjingnya. Setelah itu Kiba berangkat menuju bandara Konoha Namikaze.

Bandara Namikaze

“Akamaru tadi kayaknya ada tulisan ‘anjing dilarang untuk masuk ke pesawat’. Kalau gitu lu jadi topi gw aja ya” Kiba berkata ke Akamaru yang masih di luar bandara.

“Guk-guk- hrrr” kata Akamaru.

“Siap Akamaru” kemudian Akamaru naik ke kepalanya Kiba dan masuk ke bagian pengecekan tiket.

Kiba selanjutnya mengambil kopernya yang telah melewati tas pengecekan barang. Mereka langsung masuk ke pesawat.

Seorang pramugari curiga terhadap Kiba “Maaf mas, topinya tolong dilepas”.

“Ohh, iya mbak. Saya akan memasukkannya ke dalam tas kecil saya” jawab Kiba sambil memegang Akamaru .

“Untung aja nggak ketauan ya Akamaru. Kamu jangan menggonggong ya kalau ada di pesawat” Kiba berpesan ke Akamaru.

Di Dalam Pesawat

“Yosshh, Akamaru kamu di samping sini aja ya” Kiba menaruh Akamaru di samping tempat duduk yang kosong.

Ketika Kiba sedang mempersiapkan tempat duduknya, Akamaru melihat boneka mirip kucing. Akamaru mulai melirik boneka itu dan menerkamnya. Seorang anak perempuan yang memiliki boneka itu terkejut dan mulai tarik menarik dengan Akamaru “Lepasin anjing dodoh. Ini boneka tau” anak perempuan itu terus tarik menarik dengan Akamaru. Kedua orang tua anak perempuan itu sedang sibuk menaruh barang-barang bawaan mereka ke bagasi yang ada di atas tempat duduk mereka.

Kiba kembali ke tempat duduknya. “Lho Akamaru kemana?” Kiba sibuk mencari Akamaru. ‘Tuh anjing sial banget sih, dah dibilangin jangan kemana-mana’ gumam Kiba.

Akhirnya Kiba menermukan Akamaru sedang menggigit boneka dan anak perempuan sedang berusaha merebut boneka itu. ‘Gawat’ pikir Kiba.

“Akamaru sini, jangan diterusin” bisik Kiba yang berjalan mendekati Akamaru.

Kiba kemudian menarik Akamaru dan “TESS” kepala boneka itu putus. Anak perempuan itupun menangis “Ayah, Ibu. Bonekaku dirusak, hiks-hiks”.

Kiba menjadi panik ketika kedua orang tua perempuan itu menengok ke arah Kiba.

“Gomenasai, saya nggak sengaja. Tadi topi saya menempel di boneka itu” kata Kiba memberikan alasan dengan suar bergetar.

“Dasar pemuda yang nggak tau malu. Masa’ boneka anak itu direbut ama dia. Apa masa kecil dia kurang bahagia ya?” begitulah tanggapan dari para penumpang yang memperhatikan Kiba memegang kepala bonkeka yang putus.

“Kamu harus menggantikan boneka anak saya. Gini aja sebagai gantinya kamu berikan topi anjing itu ke anak saya gimana?” tawar bapak dari anak perempuan itu.

“wah maaf pak, ini tidak bisa diberikan pak. Ini nanti sebagai identitas saya nanti” Kiba memberikan alasan.

“Gini aja deh pak gimana kalau saya menggantinya dengan uang?” tanya Kiba yang mulai meraih dompet yang ada di kantong belakang celananya.

“Ya sudah saya sepakat, harga boneka itu seratus ribu rupiah. Saya nggak tau berapa ryo kalau di sini. Saya belinya di Indonesia sih” jawab bapak itu dengan nada yang masih sedikit kesal.

“Ya sudah sepakat lah pak. Ini saya menggantinya dengan 10.000 ryo (mungkin setara dengan 50 dollar US. mungkin kalee)” kata Kiba sambil memberikan uang itu ke Bapak anak perempuan itu.

Kiba kemudian kembali ke tempat duduk. “Akamaru, kan tadi sudah kubilang kamu jangan pergi kemana-mana. Dasar kamu anjing” kata Kiba kesal.

“Guk-guk” Akamaru membalasnya.

“What ever-lah. Sekarang kamu diem dan nikmatilah penerbangan ini” jawab Kiba.

Di Bandara Kenedy Amrik

Kiba terbangun setelah terdengar pengumuman “Good afternoon to all passenger, welcome to Kennedy Airport, bla-bla-bla”. “Huh dah sampe ya” Kiba menguap dan bersiap-siap mengangkut barangnya.

Ketika melihat ke samping, ada bapak-bapak gendut sedang membaca koran.

‘Ahh, tidak. jangan-jangan Akamaru...’ pikiran horor datang ke benaknya Kiba.

Bapak itu kemudian menegok ke arah Kiba “Koniciwa”.

“Iya deh apa kata loe” Kiba membalas dengan muka yang masih pucat memikirkan Akamaru.

Bapak itu kemudian berdiri dan meninggalkan tempat duduknya.

Kiba melihat ke arah tempat duduk itu dan ternyata Akamaru gepeng selama satu jam perjalanan didudukin ama bapak itu.

“Akamaru jangan mati” kata Kiba sambil memberikan wajan animenya yang menangis menggerung-gerung.

“Akamaru sayang ayoo bangun” Kiba masih mencoba untuk menggoyang-goyangkan tubuh Akamaru yang gepeng.

Penumpang pesawat menatap heran ke arah Kiba. “Kasian ya orang itu. Apa dia punya kenangan masa kecil terhadap anjing ya? Topi aja dah dianggap mahkluk hidup. Pantes aja bapak-bapak yang punya anak tadi meminta topi itu nggak boleh” seorang perempuan yang ada di belakang Kiba berbisik ke temannya sesama penumpang.

Kiba kemudian berlari turun dari pesawat dan menuju ke bagian medis di bandara.

Bagian Medis Bandara

Kiba berlari-lari di ruangan bandara. Dia mendekati seorang polisi bandara “mister-mister, dimana itu ruangan medis?”

Polisi bandara bingung dengan ucapan Kiba “I’m sorry, what are you say sir?”.

“Oh ya gw lupa. Sekarang gw dah di Amrik. Makanya dia nggak tau bahasa gw. Apa ya bahasanya ruang P3K? Oh ya” Kiba menepuk jidatnya dan ngomong sendirian. Polisi itu jadi tambah bingung.

“Sorry mister, where is the medic room, my dog needed first aid” kata Kiba dengan bahasa asing yang belepotan.

“Ohh medic room. you go there and then turn right. there is a sign about medic room” kata polisi itu

“thanks mister” Kiba kemudian berlari ke arah yang ditunjuk polisi tadi.

“Mister-mister tolong anjing saya” Kiba teriak teriak ke bagian medis.

Administrasi bagian medic jadi bingung apa yang diomongin Kiba. “Guoblog amat ya gw. gw kan di Amrik” dia mengingatkan sendiri.

“Sorry mister, my dog need help” Kiba menyodorkan anjingnya.

“Ohh sorry sir. this room for human, animal can’t be allowed in here. you must go to animal hospital” kata bagian administrasi.

“Apa loe kate. masa’ anjing gw nggak bisa masuk ke bagian medic sini” teriak Kiba

Untung aja ada yang mendengar perkataan Kiba dan mengerti bahasa yang diucapkan Kiba.

“Eh kamu, kamu berasal dari Konoha ya? Maad nih emang disini hewan nggak diijinin. Kamu bisa pergi bersama saya ke rumah sakit hewan dekat-dekat sini kok” kata seorang laki-laki yang mendekati Kiba.

“Untung aja ada anda. maaf nama saudara siapa?” tanya Kiba.

“Kenalkan nama gw ucup, santai aja ama gw, nggak usah pake kata-kata baku, okeh?” laki-laki itu memberikan jempolnya ala Gai sensei. “Oh ya nama loe siape?” tanya ucup.

“Ohh nama gw Kiba, ya udah loe bisa nemenin gw sekarang ke rumah sakit hewan itu?” tanya Kiba masih dalam keadaan panik.

“nyok kita berangkat sekarang Kib” ucup pun berjalan di samping Kiba menuju parkiran mobil di bandara.

Ucup kemudian menyetater mobil BMW seri limanya. “Keren amat nih mobil,harganya berpa cup?” tanya Kiba.

“Harganya nggak mahal kok Kib, cuma lima milyar rupiah aja kok” jawab Ucup singkat

Rumah Sakit Hewan

“Kib, loe tunggu sini ya nanti gw bikinin register buat si anjing loe. Oh ya nama anjing loe siapa?” tanya Ucup.

“Nama anjing gw Akamaru” jawab Kiba masih ketakutan.

“Ya udah loe tenang disini” Ucup kemudian keluar mobilnya dan masuk ke rumah sakit hewan untuk mengisi administrasi buat Akamaru.

Setelah lima menit kemudian, Ucup keluar dari rumah sakit dan menuju mobilnya.

“Kiba, loe sekarang bawa Akamaru masuk dan langsung ke UGD ya” kata Ucup (busyet kya’ manusia aja yee anjing masuk UGD)

Kiba berlari ke ruangan UGD dan memberikan ke dokter hewan yang berada di UGD.

“Sekarang loe duduk tenang di sini. Loe dah makan Kib?” tanya Ucup.

Kiba hanya menggelengkan kepala. “Ya udah loe di sini duduk tenang jangan kemana-mana. gw pergi sebentar beli makan dan minum buat loe” pesan Ucup dan meninggalkan Kiba di ruang tunggu rumah sakit.

Kiba menunggu dengan sabar. Akhirnya tertidur di kursi tunggu karena kecapaian.

Stengah menit kemudian Ucup datang dengan membawa burger dan Coke. Ucup melihat Kiba yang tertidur tidak membangunkan Kiba. Ucup menunggu kabar si Akamaru. akhirnya dokter UGD keluar dari ruangan. Ucup berjalan ke arah dokter-dokter itu dan menanyakan tentang Akamaru.

Untung saja Akamaru tidak apa-apa. Ucup menggugah Kiba “Kib bangun”.

Tau-tau Kiba menggigit tangannya Ucup. “Wadauw, gila loe Kib, masa’ gw digigit” teriak Ucup kesakitan.

“So-sorry, gw dah kebiasaan kalau ada yang ngebangunin gw pasti gw gigit. sorry ya” kata Kiba dengan nada meminta maaf.

“Ya udah gw maafin. Tuh anjing loe dah nggak apa-apa. Sekarang dia ada di tempat penampungan anjing di rumah sakit ini untuk diberi obat. Mungkin seminggu dia akan menginap di sini” Ucup mengatakan pesan dari dokter.

“Dah nih makan dulu abis itu, oh iya loe nginep di mana?” tanya Ucup.

“Ahhh, gw belum pesen hotel” kata Kiba.

“Ya udah loe nginep aja di apartemen gw. Lagian juga bini gw hari ini nggak ada di apartemen” Ucup menawarkan tempat.

“Boleh nih” kata Kiba senang.

“Emang sebenarnya loe ke Amrik ada apaan Kib? jalan-jalan apa?”

“Iya sebenarnya gw mau seneng-seneng bareng Akamaru, Eh malah kena musibah. nggak jadi deh” kata Kiba menyesal.

“Ya udah. Nanti abis Akamaru sembuh kan loe bisa-jalan-jalan” kata Ucup.

“Tadi loe bilang sendiri Cup, kalau si Akamaru harus menginap di rumah sakit selama seminggu. Lagian tiket untuk balik ke Konoha dah di pesen seminggu dari sekarang percuma gw” kata Kiba sambil menundukkan kepalanya.

“Ya udah tenang aje” kata Ucup. “Dah tengokin tuh si Akamaru di penampungan no. 2, nyok kita ke sono” ajak Ucup.

“Ya udah deh nyok” Kiba mengiyakan.

Setelah mengecek keadaan Akamaru yang masih pingsan, mereka berangkat ke apartemennya si Ucup.

Seminggu Kemudian

Akamaru sekarang sudah sembuh dan sedang main-main bersama Kiba, Ucup dan istri Ucup, Evy. Mereka berempat jalan-jalan ke air terjun Niagara. Akamaru keliatan seneng banget, lompat-lompat di samping Kiba.

“Eh Kib, lu disini aja ya. Gw ama bini gw mau ke counter gula-gula. Loe mau nggak?” tanya Ucup.

“Ehh, nggak, biar gw disini aja” kata Kiba.

Ucup dan istrinya meninggalkan mereka. Kiba kini berjalan mendekati pagar pembatas air terjun Niagara. Hal yang tidak diinginkan oleh Kiba terjadi. Akamaru begitu senangnya melihat air yang deras loncat ke air terjun itu.

“Akamaru jangan...” Kiba mencoba menangkap Akamaru tapi sayang nggak dapat.

Kiba mengeluarkan tali panjang dan melemparkan ke arah Akamaru. “Berhasil” teriak Kiba. “Tapi gw gimanaaaaa” Kiba terjatuh ke air terjun itu.

Keadaan gelap sekarang meliputi Kiba. ‘Gawat gw mati dah. yah bener gw mati dah’ pikir Kiba. Kiba hanya bisa mendengar suara air terjun yang deras dan menghantam tubuhnya. Kiba masih mencoba untuk memeluk Akamaru yang sekarang sudah diraihnya. Teriakan histeris pengunjung dari arah atas air terjun Niagara sudah tak terdengar Kiba.

Seminggu Kemudian

“Ohh dimana gw sekarang?” tanya Kiba.

“Kok semuanya serba putih dan gw sekarang hanya memakai kaos putih. apa gw di sorga ya?” gumam Kiba.

“Hoyy Kiba loe dah bangun” tanya seseorang yang suaranya dikenal Kiba.

“Oyy, Naruto. Loe dah mati ya?” tanya Kiba.

“Enak aja loe bilang gw dah mati” kata Naruto sewot.

“Terus ngapain loe ada di sorga?” tanya Kiba yang masih kepikiran kalau dia ada di sorga.

“Goblok loe, sekarang loe ada di RSK” jawab Naruto yang duduk di sebelah Kiba ditemani oleh Hinata.

“Ohh sekarang gw dah balik ke Konoha ya. Akamaru gimana keadaannya?” tanya Kiba yang teringat anjing kesayangannya.

“Akamaru ada sama kakak loe tuh, lagi maen” jawab Hinata.

“Loe sih seneng-seneng ke Amrik nggak ngajak-ngajak, tuh akibatnya loe kena Musibah” jawab Naruto yang iri mendengar Kiba jalan-jalan ke Amrik.

Kiba tidak menggubris kata-kata Naruto. Sekarang Kiba tertidur dengan rasa sakit yang masih menyiksa.

Finish (Di review ya... please...)

SMS Gosip - TRUE STORY

Language: Indonesia

Summary: Hinata dan Ino nge-gosip pake es-em-es! Dimulai dari ‘bertengkar sms’, sampe nge-gosipin cowok orang! True Story!

Disclaimer: I DO NOT OWN ANY OF THESE THINGS! Trademark with CAPS LOCK!! Inilah true story, bener-bener aku jiplak langsung dari HP-ku. Engga ada nyang dirubah sama sekali! Panggilan pun engga! Eh, ada ding nyang dirubah, tapi dikiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttt…. banget, nget, nget! Kalo ga’ percaya, liat aja hape-ku! Dasar ya, bukannya nyelesein ‘Do You Really?’ malah ngerjain pen pik baru. Dasar pemales! Oh ya, pemeran utamanya Hinata.

SMS Gosip - TRUE STORY

Author: Inuzumaki Helen

Senin sore, anak-anak SMP Labschool Konoha udah pada pulang. Udah pada dirumah malah! Anak-anak kelas 7E, tadi pagi waktu pelajaran komputer disuruh buat undangan pernikahan. Terserah punya siapa! Akhirnya, inilah hasilnya:

Hinata: Naruto x Hinata (sambil blushing)

Itachi (lho? Kok ada Itachi di sini?? Iya, dia tinggal kelas. Wekekek..): Sasuke x Sakura (Ikut bahagia untuk adik..)

TenTen: Happy Tree Friends cast (Kenapa engga dia ama Neji aja ya??)

Sakura: Sasuke x Sakura (seneng abis waktu tau Itachi juga bikin. Artinya (calon) kakak iparnya itu juga peduli (lingkungan) ama mereka berdua..)

Moegi (heeeehhh??): Kiba x Hinata (Dia fans mereka berdua. Hinata blushing + gelagapan waktu liatnya)

Anko (HAAAAAAAHHHHHH??): Ron x Hermione (Gibusss…!!)

Kenapa engga ada Ino? Yak! Karena itulah alasan kenapa ni fic dibuat. Kenapa engga ada Naruto, Sasuke, Kiba, Shikamaru, de el el? Karena mereka engga ada di RP kami.

Senin sore, Hinata Hyuuga sudah sampai di rumah. Sudah mandi dan berpakaian, ia kemudian menceritakan semua kejadian seru hari itu, termasuk sewaktu bikin undangan, pada ottousama-nya. Ketika menceritakannya, ia langsung ingat, ia belum tau apa yang dibuat oleh Ino. Selesai bercerita (sambil duduk lesehan didepan kulkas), ia langsung pergi ke kamarnya dan mengambil hape-nya untuk meng-sms Ino. Nah, ini dia sms yang masuk ke hape Hinata dari Ino dan masuk ke hape Ino dari Hinata (karena sms-nya ada pake tanda kurung, jadinya kalo ada a/n ya.. ya a/n!:

From: Hinata

Ino-chan tdi dskolah bwt undangan p’nikahan sapa?

From: Ino

Sai and gue dong! Ada foto waktu gue cipokan ama dia lagi! Aku upload dari hp, hehe..

From: Hinata

ASTAJEEEMM!! Ino, tobatlah kau, nak. Jdilah sprt Tobi the good boy (kok Tobi disebut2?)

From: Ino

Tobi, un? (a/n: Temenku ini RP-nya Deidara juga) Lo kawinanny sapa?

From: Hinata

Naruto-kun sma aku pastinya (a/n: PD)!

From: Ino

(a/n: Skaranglah perang bermulai) Hinata ma Neji kan buta…. (prasangkanya Moegi) hahahah… Hinata kaga punya pupil..

From: Hinata

Biarin! Nyang ptg cantik (heuheuheuheuheu…hohohohoho…hahahahakhak!!)

From: Ino

Cantikan juga ino… Hinata kan butaa..

From: Hinata

Hinata bsa lyat tuh!

From: Ino

Abis oprasi, tp kaga smbuh total, urat2nya aja masih nongol..

From: Hinata

Ino suka pamer2 udel bodong

From: Ino

Hinata gagap, ngomongnya g bener..

From: Hinata

Ino ngga punya slera, milihnya Sai-kun

From: Ino

Sai kan innocent, pnter gambr, g ky naru yg rusuh, piara binatang d badan, kaga punya kandang..

From: Hinata

Gtu2 binatangnya kan imut. Cowo rusuh kan artinya enak d’ajak maen. Dripada Sai, gbr mulu, kga ada ekspresi (a/n: Hampiiirr.. ajah nulis ‘ekskresi’..)

From: Ino

Bnatang imut apaan, oren gitu, bnyk ilernya, naru kan lebai, sai dong, cool gtu..

From: Hinata

Byarin! Lebay2 cakep! Sai cool? Tukul arwana? Dya mah bkn cool, cma dya kga ada ekspresi soale udh kpake abis waktu kcl

From: Ino

Naruto cemongan! Sai mulus dong… Naruto ky duren kadaluarsa..

From: Hinata

Sai mah mayat jalan! Pucet gtu..

From: Ino

Kata sapa? Sai tuh bersih, putih, mulus (narsis..) Naru dekil, bajunya alay

From: Hinata

Sai tu udelnya bodong, msi di pamer2in. Naru kan udh sopan, t’ttp lgih! Eh, dripda adu sms ttg cowo msing2, mending ngomongin cowo org! Ayoh ngomongin Sasuke!

From: Ino

Hyaaahh… Ayo!! Sasuke kan ayam kegencet pager gedung DPR, mkanya, dy pndiem gr2 msi shock… Udah gt rmbutnya jegrak gtu, palagi pas udh gede, pk kmono gtu..

From: Hinata

Udh segede gtu make kimono msa msi g bnr? Cowo2 kta mah klu pke kimono rapih, sopan. Lha ini? Udh dpnnya kbuka, aku rasa clananya jga kbuka, lupa dretsleting kale? Mksdnya byar mecing ama dpnnya. Dpn kbuka, blkng ikut

From: Ino

Kan iket kimonony dari tambang jemuran ungu, ga modal. Kl cwo2 kt kn pke obi yg bagus en mahalan (halah..)

From: Hinata

Iya.. Cwo2 kta kan msi punya uang. Lha ini? Kerjaannya jalaaann.. mulu! Mna tmn2nya di hebi kga ada yg bner

From: Ino

Tauk tuh, dah gt kan masa dy ngegebuk sakura wkt mw ke orochimaru, jahat bgt, kl cwo2 kt kn baek n romntis..

From: Hinata

Iya dong! Pokoe, cowo kta are the best! Drpda anak ayam, kerjaannya cma minta mkn ama mamihnya doang en matok2 org

Engga ada balesan… Hinata kesepian. Akhirnya ia ngebuka topik baru.

From: Hinata

Gmn dgn Neji? (jgn! jgn omongin sodara ndiri! tpi blh jga si..)

Akhirnya.. ada balesan juga!

From: Ino

Neji kan wkt bayi itu cewe, trus d kutuk jdi cowo, rmbt ny aj gtu, g mempan d potng, yg ada gntingnya rusak, COWOK KITA AR DA BEST!! Hdup saiino n naruhina…!!

From: Hinata

Wekekek (a/n: Hinata? Wekekek?? Oh, itu aku..)! Dya tuh sbenernya niatnya dkutuk jdi biawak (atas dasar apa kamu ngomong begitu?) tpi g jdi, akhirnya jdi cowo. Dya itu rambutnya sllu dblg indah, tpi tnyata.. kusut abis! En dalemnya ga pernah dkramas. Tyap hri sllu minta aq nyisirin. Butuh 2 ½ jam bwt nyisirin! (akhir2 ini aq bru nyadar klo alasan aq sring hampir tlat itu karna DIA!) (a/n: Aq sring hmpir tlat loh..)

From: Ino

Wah,parah bgt, tuh, kan neji keramas ny pk sbun colek, wekekeke, bnr ga, tuh hinata?

From: Hinata

Bner bgd! Ko Ino tw si? Udh ya, hinata-chan mw les, ntar klo udh, aq sms lgi

Nge-gosip via SMS akhirnya terhenti sementara disitu.

1 jam kemudian…

From: Hinata

Hhe.. Nggosipin cowo org-nya dlanjutin bsk ajh ya, Hina-chan mau tidur.. Met bobo Ino-chan!

From: Ino

Arigatou, hina-chan…

--

Gajebo abis kan? Eh, ini cerita asli loh! Kalo ada yang masih binguuuungg.. nih aku ‘clear’ semua:

Di sekolahku, SMP Labschool Jakarta (which is why nama sekolahnya Labschool Konoha) aku dan temen2 pada buat RP pake chara Naruto. Aku dapet Hinata, yang dapet Itachi adalah oondagubrakitachi, yang dapet Ino adalah Alice Glocyanne (smua nama pen name ) selainnya adalah temen2 yang lain.

Sebenernya Sasuke ada, tapi aku maaaleeesss… ngeliatin dia bikin apaan. Aku engga begitu akrab ama dia. Well, akrab sih, Cuma ga begitu akrab (gimana siiii??)

Kalo masih ada nyang engga ngartos, REVIEW skalian TANYA!! (Taktik penambah review #2..). Dan maap kalo' ada kesalahan teknis lainnya.. hihihiiii...

Tentang Dua Shinobi

Language: Indonesia
Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto.

Rating/Genre: K / humor – romance (minor). Crack sangat mendominasi.
Jumlah Kata: 3330-an.
Sinopsis: Pernah memperhatikan bahwa hidung patung Shodaime di Gunung Hokage nampak sedikit ‘rompel’?
Catatan: Segmen terakhir mengambil referensi dari sitkom Friends, lupa episode berapa. Ayo, nyipit semua lalu temukan hubungan antara referensi tersebut, fic ini, dan tema ‘rahasia’ dari challenge (yang diadakan oleh Infantrum). Spoiler untuk info di chapter 367. Crack’o. Pusing. Thanks untuk Teko yang sudah menemani saya menggila :)


“Ini salahmu, Namikaze.”

“Aku?”

“Yap.”

“...Kok?”

“Salahmu.”

“Tapi bukan aku yang menargetkan jurus barbar itu ke—“

Salahmu.

Dan –agak— jauh di bawah sana, beberapa bongkah batu semakin rontok berjatuhan. Menimbulkan suara yang cukup menggetarkan jiwa bagi yang mendengarnya. Bergetar karena takut kepala mereka menjadi rata seperti dadar gulung, maksudnya.

--

--
Tentang Dua Shinobi

Author: Muscat-Dunghill

--

--

Hanya orang bodoh dan berkranium supertebal yang bisa-bisanya setuju untuk mengadakan latihan di atas Gunung Hokage. Sungguh.

Apalagi jika latihan itu berupa sparring yang tidak segan-segan lagi menjadi ajang penyemburan berbagai jutsu aneh dengan aura membunuh berkonsentrat tinggi, yang selayaknya tidak digunakan di sembarang tempat. Ada area khusus untuk memuaskan hasrat demikian. Namanya lapangan.

Konoha memiliki delapan lapangan. Itu yang resmi. Belum lagi yang dibangun dengan sporadis. Totalnya jadi tujuh belas. Tujuh belas. Bahkan dalam anggaran kedesaan pun ada tabel khusus untuk pembangunan, perawatan, pemerbaikan, dan pemugaran fasilitas yang vital itu. Sedetil dan sepeduli itulah para pembesar desa dalam memperhatikan kepentingan warganya. Karena para pembesar tahu, skala ‘kondisi berserakan’ yang akan diciptakan oleh aktivitas kecil-kecilan ninja mereka yang berstamina dan berdeterminasi tinggi (juga bernafsu destruktif tak terbendung) adalah masif.

Kepedulian yang sayangnya tidak diperhatikan dengan seksama oleh dua orang shinobi.

--

Semua cerita punya awal. Begitu juga cerita ini.

Cerita tentang dua orang shinobi ini pun mengikuti tren dengan dimulai pada pagi hari.

Jadi, di suatu pagi yang indah, salah satu shinobi mendatangi apartemen shinobi yang lain. Dan tanpa tedeng aling-aling, menggedor pintu dengan semangat yang menandingi keagresifan tim hore tentara daimyo manakala mereka disuntik steroid berlebih.

--

Namikaze!”

--

Minato Namikaze adalah seorang masokis. Oh, betapa dia seorang masokis.

Perhatikan.

Umurnya baru saja melewati satu setengah dekade, namun namanya sudah berada dalam jajaran jounin elit yang paling sering diminta melaksanakan misi mustahil oleh Sandaime; dicintai, dikagumi, diincar, diperebutkan, dikuntit, dan disuap oleh banyak komandan ANBU supaya sekaliii saja mau mencoba masa probasi dalam dunia gelap itu; menerima tawaran yang diajukan secara pribadi oleh Sakumo Hatake untuk menjadi guru bagi puteranya tercinta di masa depan nanti (yang, kalau kalian bertanya pada para inang bagaimana tingkah anak itu di rumah asuh, kalian hanya akan bisa mengelus dada dan menghela napas mendengar curahan hati mereka); menjadi murid Jiraiya sang Sannin Legendaris sejak tahunan lalu (oke, berita lama, tapi tetap saja. Jiraiya. Ada bel yang akan berbunyi dalam kepala kalian. Pasti.); dan, yang paling terakhir, namun paling menandakan bahwa Minato memang rakus dalam menelan kekejaman dunia adalah...

...Kushina Uzumaki.

--

Gedebuk, gedebuk, dan gedebuk.

‘Itu suara bom jatuh? Satu peleton Uchiha sedang berlatih jurus api di kamar sebelah? Atau ada kuchiyose sebesar kingkong sedang tur dalam desa? Gama-oyabun, mungkin. Tunggu. Gama-oyabun? Sedang apa dia di...’

--

Buka pintu, Namikaze! Atau akan kupraktekkan tendangan baru yang berhasil aku kuasai kemarin dan—

--

Mata Minato terbuka lebar sampai-sampai beberapa serat ototnya meletup kaget. Mimpinya berenang riang dalam samudera katak buyar sudah. Dengan segenap refleks terlatih yang menjadi tumpuan hidup selama ini, dia melompat dari ranjang dan meluncur ke pintu masuk.

“—dua! Tig—“

Pintu terbuka.

“Pagi, Kushina-chan,” sambut Minato dengan senyum penuh kedigdayaan yang dapat membuat matahari terpojok malu. Bagaimana caranya ada manusia yang dari fase tidur REM langsung menyala sepenuhnya dalam sekian detik dan tetap mampu menyapa sesama dengan penuh adab, masih menjadi misteri bagi banyak pihak yang mengenal Minato.

Dia bahkan belum sikat gigi.

“Heyya,” balas Kushina disusul dengan tawa riang. “Aa, tendangan baru, gagal deh.”

“Pintu ini baru diganti,” cetus Minato pelan seraya menggeser tubuhnya, mempersilakan Kushina masuk. Gestur yang sangat tidak perlu, karena pintu yang terbuka beberapa inci selalu merupakan spanduk selamat datang bagi Uzumaki yang satu itu.

“Tidak akan bertahan lama,” Kushina beropini, sambil berdansa masuk ke dalam apartemen Minato—atau, lebih tepatnya, ke singgasana Yang Mulia Ratu Kushina dalam mentortur Hamba Hina Minato—dan menyamankan diri di salah satu bangku meja makan di dapur.

Pada kesempatan yang sama, Minato mencari gelas untuk memenuhi agenda hidup sehat yang sempurna: minum air putih satu gelas setiap bangun pagi. Ia menyedot airnya seakan tidak ada hari esok.

Kushina memicing.

“Dan kenapa... Kamu masih memakai piyama?”

Tegukan terakhir Minato menimbulkan bunyi yang terkesan ada bola tenis yang dipaksa menerobos masuk ke lubang kerongkongannya. Bulu kuduknya meretas.

Perlahan. Sangat perlahan. Matanya menapaki Kushina dari ujung sendal, kantung kunai di celana, pakaian tempur aka rompi chuunin mengkilat, hitaiate di bawah dagu, sampai rambut yang dikuncir ekor kuda sempurna. Uh-oh.

...Tunggu. Sejak kapan Kushina menguncir rambutnya?

“...Ngk?” decit Minato.

Minato mengucek mata. Khawatir jangan-jangan sebenarnya ia masih berada dalam alam kapuk. Ditatapnya lagi Kushina. Betul-betul kuncir ekor kuda. Hm-mm.

Perlahan. Juga sangat perlahan. Kushina mengerjap.

Sepersekian detik, Minato bersumpah ada kilatan aneh yang melintas di mata itu. Mendadak ia sangat sangat sangat merasa dirinya sedang berada di tengah gerombol seratus ninja Iwa yang sedang memegang katana penuh karat dan belum menerima ransum tujuh hari.

“Enggak lupa, kan...?” Kushina berucap. Lebih tepatnya berdesis.

Folder memori, folder memori, batin Minato kalut.

Hari ini hari Sabtu pagi, minggu ke tiga dalam bulan Juni, matahari bersinar cerah, burung bercicit riang.

Kemarin ada misi, ia baru pulang pukul empat dini hari. Artinya, subuh tadi.

Hari sebelumnya juga ada misi, dan ketika pergi melapor ke Menara Hokage misi lanjutan telah menanti, membuatnya kembali melesat ke luar desa tanpa sempat pulang ke apartemen bahkan untuk mandi.

Hari sebelumnya dari yang sebelumnya, ia tidak ada misi namun satu hari penuh dengan setia ia menemani gurunya, mulai dari mengintip—err, meneliti—bahan untuk novel sang guru di suatu onsen, sampai menggereknya ke rumah sakit terdekat setelah riset itu terbongkar dengan tidak terhormat hingga melibatkan terlemparnya puluhan sikat, ember kayu jati, dan batu duduk.

Hari sebelumnya dari yang sebelumnya dari yang sebelumnya—hari apa itu jadinya? Hmm, buram, buram, buram—oh! Dia berlatih seharian penuh dengan Mikoto Uchiha di lapangan sektor lima, tiba-tiba lima kunai menyambar entah darimana, lalu Kushina datang, wajahnya dipenuhi aura kegelapan yang sebagaimana merebak setiap ia kehabisan kupon ramen untuk satu tahun—atau seperti ketika Minato menyangkanya sebagai anak laki-laki pada pertemuan pertama mereka hingga kemudian Minato harus merawat lebam di pipi yang seperti bakpau dicelup blau—lalu...

Buram, buram, buram... Latihan itu bubar, dan entah bagaimana mereka berdua sudah berada di Ichiraku menikmati miso ramen dan cemberut Kushina sedikit membaik, lalu...

Mmm...

Aha. Minato menepuk kening.

“Janji latihan, ya? Ahaha...” ia menggaruk kepala dengan senyum celos.

Apartemen Minato merupakan singgasana sang ratu dalam menyiksa hambanya.

Pagi itu, fungsi singgasana berjalan dengan baik. Semua dindingnya menjadi saksi bisu jurus tendangan terbaru Yang Mulia Kushina terhadap Hamba Hina Minato.

--

Hati wanita adalah benda yang sangat rumit dan kompleks.

Serumit mainan kubus unik berwarna-warni yang konon dikatakan sebagai permainan orang jenius dan dimainkan dengan cara diputar kesana-kemari supaya bisa menjadi kesatuan warna yang padan.

Sekompleks meminta Bunke dan Souke klan Hyuuga terbahak bersama pada acara ramah tamah dalam satu ruang. Yang terakhir itu nyaris tidak mungkin dilaksanakan. Lebih baik memang tidak coba-coba diadakan karena tetua dari tiap cabang rumah dikhawatirkan akan mendapat serangan stroke karena tuntutan profesi yang begitu berat.

Rumit dan kompleks bukan berarti sepenuhnya tidak kasat mata. Justru, hati wanita sangatlah jernih. Sejernih kristal yang terpendam di dalam bukit padang pasir negeri Kaze. Tapi, itu khusus untuk pria yang benar-benar berusaha sepenuh daya upaya menggunakan kecerdasan, kepekaan, dan kesensitifannya.

Yang artinya, sama sekali bukan Minato.

Oo, Minato sangat cerdas, itu sudah pasti. Terjunkan ia di tengah hutan belantara tanpa koloni manusia dengan bekal sebilah pisau saja, ia pasti bisa mengatur segalanya. Mungkin pulang-pulang hanya tinggal bercawat kulit macan tutul dan berhias kepala gading gajah. Tapi, itu ada arti. Otaknya encer.

Sangat encer sampai-sampai Kushina yakin menurunkan kemampuan reseptor interpersonal—tidak, lebih spesifik lagi malah—reseptor pubertasnya secara sangat signifikan hingga Minato sama sekali tidak tanggap dengan kondisi sekitar.

Kondisi sekitar di sini maksudnya adalah keberadaan seorang gadis manis yang berdiri di samping pemuda itu. Seorang gadis yang berpakaian misi lengkap dari ujung jempol kaki hingga ujung rambut.

Kalau mau kronologi dan rekonstruksi yang lebih lengkap: yang tadi di pagi buta bangun dengan perasaan sangat segar karena tidur delapan jam tok, tak lupa menutup mata dengan masker timun; yang menjadi lebih segar lagi ketika menengok ke kalender dan menemukan satu tanggal (‘hari ini!’) dilingkari dengan spidol merah tebal; yang sarapan dengan ramen instan dengan hati riang, bahkan berhenti sebelum cup kedua karena tahu berapa kalori berlebih jika ia terus melahap—ia tidak butuh gelambir lebih lanjut di segmen paha, terima kasih banyak; yang memakai baju yang baru saja keluar dari laundry kemarin sore—dan patut diingat bahwa kata ‘Uzumaki’ dan ‘laundry’ jarang disambung dalam satu kalimat yang sama. Sangat jarang.—dan, yang bahkan mengikat rambutnya dengan gaya yang sering disebut sebagai... Sebagai... Apa tadi? Ah, kuncir ekor kuda.

Kuncir.

Seorang Kushina.

Abu para leluhurnya mungkin berketir di dalam guci masing-masing, melihat keturunan mereka yang seumur-umur hanya mengenal ‘potongan di atas tengkuk’ sebagai tatanan rambut paling sempurna, kini – akhirnya – merambah ke mode lain. Mungkin masih ada harapan untuk keturunan Uzumaki yang satu itu.

Semuanya – semua! – khusus untuk hari ini.

Lebih tepatnya untuk--Kushina melirik ke samping dengan pandangan penuh nista--orang ini.

‘Orang ini’ kini sedang bercengkerama dengan riang gembira bersama seorang gadis berambut hitam-panjang, yang menggandeng balita ingusan berambut hitam-cepak, dan tak lupa saling kembar memakai baju sabtu senggang berkerah tinggi dengan simbol klan kebanggaan tersemat sempurna di punggung.

Kushina memutar bola matanya.

Tipikal.’

Satu lagi fakta penting. Gadis itu, secara tidak langsung, juga adalah biang keladi kenapa mereka (Minato dan Kushina aka dua shinobi dalam cerita ini, tentu saja) berada di luar pada pagi yang lebih baik dihabiskan dengan tidur sampai siang di rumah dan menonton kartun sampai lupa mandi.

Gadis itu—jari-jari Kushina gatal ingin menjalar ke kantong kunai di kaki kanannya—bernama Mikoto Uchiha.

Tepat ketika huruf-huruf panas itu terbordir secara imajinatif di keningnya, si pemilik nama menyurutkan pembicaraan, dan menoleh ke arah Kushina. Ia tersenyum. Senyum yang seakan-akan seluruh dunia ikut membentuk figur sabit lancip-ke-atas via bibir bersama dengannya.

“Kamu cantik sekali pagi ini, Kushina-chan,” puji Mikoto. Semua manusia, sampai yang paling keji sekali pun, dapat mendengar nada tulus dalam suaranya.

Kushina rela mendapat pangkat di bawah keji dalam kasus ini. Namun pada dasarnya ia memiliki hati yang peka dan mudah terharu, kalau bukan sangat.

“Mm...” Pipi Kushina bersemu merah. “Terima kasih.”

Mikoto mengeluarkan tawa kecil, dan kembali menoleh pada Minato. Dan, hei, apa itu tadi barusan yang melintas di antara jalur pandang keduanya, semacam medan listrik, hingga Minato sekilat bergidik?

Oh, Kushina benar-benar akan mengerahkan kunai dalam kantongnya ini dan—

“Oke. Selamat berlatih, kalian berdua,” kata Mikoto tiba-tiba. Ia menganggukkan kepala pada Minato dan Kushina secara bergantian.

Kushina ingin mengeluarkan tongkat baton dan menyanyikan mars ‘Merdeka Raya Negeri Hi’ dengan birama empat per empat, stereo penuh.

“Enggak ikut?” tanya Minato. “Nanti kita bisa sparring bergantian atau apalah.”

Tidak jadi stereo. Kushina ingin menguliti Minato hidup-hidup. Lembar. Demi. Lembar.

Bagian apa dari kalimat ‘berlatih berdua, kamu dan aku, saja’ yang ia lontarkan di Ichiraku empat hari lalu dan tidak bisa Minato pahami?

Mikoto mengangkat tangan bocah yang digandengnya, lalu menelengkan dagu penuh maklum. “Harus ada yang memastikan anak ini latihan melempar kunai dan makan siang nanti. Dan itu aku. Ya kan, Obito-chan?”

Bocah ingusan itu mengangguk terlalu bersemangat, Kushina khawatir akan terdengar bunyi derak dari lehernya. “Yap yap!”

Tiga senyum (satu sangat terpaksa), dua anggukan kepala, dan sepasang lambaian tangan kemudian, dua Uchiha itu akhirnya berlalu. Dan ketika Minato sudah mengangkat satu kaki, siap melangkah menuju lapangan sektor satu, Kushina justru merasakan kakinya tengah menjadi subjek demo lem paralon super yang dijamin tidak akan luntur sampai abad depan.

--

“Namikaze,” panggil Kushina. Suaranya sangat tenang. Terlampau tenang.

Mengingatkan Minato pada perjalanan pulangnya dari suatu misi di daerah timur, melewati sebuah pantai dengan laut yang sangat indah. Ia beristirahat di sana, berniat untuk sekedar mengumpulkan napas. Indah dan sangat tenang, bayang spektrum terumbu karang bahkan terlihat dari geladak tempat ia berdiri memandang cakrawala.

Sebelum akhirnya dalam hitungan menit, badai besar datang, menaikkan ombak layaknya oni yang baru meneguk lima gentong sake lalu iseng meniup tsunami dalam kegilaannya. Minato nyaris terhempas ke lautan, hilang jadi buih, tinggal nama, dan tidak pernah terlihat lagi selamanya.

Untung kenaasan itu tidak terjadi karena ada sepasang suami istri nelayan yang segera menariknya menjauhi lokasi. Oh. Kedua nelayan itu tak lupa melemparkan pandangan, “Sudah hilang akal kah kamu, Nak?” pada Minato sepanjang sisa hari.

Dia mendapat dua moral dari pengalaman antara hidup dan matinya yang satu itu, yaitu: 1) tidur siang di geladak dalam kondisi katatonik merupakan tindakan super bodoh, karena radar biologis penerima tanda-tanda badai pun terhibernasi dengan sempurna; 2) laut yang sangat indah dan sangat tenang pun, dapat berganti wajah menjadi jelmaan makhluk terseram, terkejam, terabsurd, dan, yah... Tetap indah walau dia sedang marah.

Mungkin.

Argh.

Kenapa berpikir sampai nun jauh ke sana?

Selintas kisah yang panjang itu terputar ulang dalam benak Minato, sementara sensor visual dan audionya sudah mengirimkan sinyal morse yang nyaris putus asa ke bagian insting survival.

Tapi, Minato adalah pejantan secara menyeluruh. Dan menyelamatkan diri dari Kushina Uzumaki yang sedang dalam salah satu ayunan mood ajaibnya, sama sekali tidak ada dalam agenda.

Sudahkah disebut bahwa Minato adalah seorang masokis?

Sudah.

“Ya, Kushina-chan?” sahut Minato pelan. Kushina tengah menunduk. Membuat Minato merasa setengah tersesat karena tidak dapat melihat mata gadis itu yang selalu berperan sebagai kompas dalam situasi seperti ini.

“Ada tujuh belas sektor lapangan dalam desa kita,” ujar Kushina. Masih dengan sangat tenang. Minato dapat memvisualisasikan ombak di pantai dulu itu dengan sempurna. Brrr. “Mana, dari tujuh belas sektor itu, yang kamu belum jamah untuk latihan bersama, dengan Mikoto?”

“Eh?”

“Yang mana, Namikaze?” Tik-tok-tik-tok-tik

--ini adalah permainan detik. Sampai waktunya habis tanpa jawaban yang memuaskan, Minato yakin akan ditemukan tergantung terbalik di sebuah pohon dalam area Hutan Kematian esok pagi. Atau mungkin tidak akan ditemukan sama sekali.

“Tidak ada,” jawab Minato segera.

Kushina mengangkat wajahnya. Ekspresinya datar. Namun matanya—apa tadi yang Minato bilang tentang keindahannya tetap ada?—mungkin dapat menyulut api di dalam oven antik Koharu-san dalam kecepatan cahaya.

“Tidak ada?” ulang Kushina.

Minato menggelengkan kepala dengan cepat. Terlalu cepat, mungkin. “Dia teman satu timku, Kushina-chan. Otomatis aku selalu berlatih bersama dia. Dimana-mana.”

Seakan perkataan terakhir tersebut dapat menjelaskan semuanya. Apa yang mau dijelaskan, lagipula? Kening Minato berkerut. Sejujurnya, dia agak bingung juga.

Kushina, di lain sisi, merespon dengan menaikkan sebelah alis.

“Ha,” jawab Kushina. “Semua sektor sudah, ya?”

Minato mengangguk.

“Baiklah,” Kushina berkacak pinggang. “Semua lapangan itu pasti memiliki kenangan yang indah, hm?”

“Kenangan?” Minato kebingungan. Mungkin pojok informasi dapat membantu pemuda yang malang ini.

Kushina tidak menggubris. Dia menghela napas dengan dramatis, lalu melihat sekeliling. Untuk orang yang jika dilihat dengan kacamata inframerah akan sangat berpendar oranye-kuning-merah-membutakan-dan-mungkin-berkorona, kemampuan navigasi Kushina yang tetap terjaga utuh sangatlah mengagumkan.

Dia sedikit mendongak ke arah utara. Seusap ekspresi aneh tersirat di wajahnya. Minato mendadak mulas.

“Itu,” Kushina mengangkat telunjuknya. “Di sana.”

Minato memanuver kepalanya untuk melihat apa yang tengah diarahkan telunjuk Kushina. Dan demi Dewa Api Pelindung Negeri Hi, apakah Kushina baru saja menunjuk Gunung Hokage?

“Gunung Hokage,” konfirmasi Kushina, tak lupa dengan cengir penuh kemenangan. “Kita ke sana.”

--

Setelah itu, semuanya terjadi dengan sangat cepat...

--

Sepasang kakek-nenek Hyuuga yang sedang duduk di balkon pagoda kompleks klan mereka seratus persen bersaksi bahwa itu adalah meteor. Omong-omong, umur mereka sudah tiga digit. Byaakugan mereka sudah lama pensiun. Mereka sedang menikmati onde kacang. Dan kacamata jarak jauh mereka tergantung di atas kening, bukan di depan mata.

Serombongan wanita yang sedang mandi di onsen curiga itu adalah gempa bumi. Tapi mereka tidak mengelaborasi lebih lanjut apa mungkin gempa bumi hanya berefek di satu tempat, vertikal, dan cuma di titik sana pula.

(sementara itu sebuah sosok berambut putih dan berbalut perban seluruh badan sedang berjongkok di luar salah satu sudut pagar bambu sambil bertumpu pada tongkat kruk di satu tangan, serta teropong di tangan yang lain, mengikuti spekulasi mereka dengan cekikik geli penuh tahu yang agak membuat ngeri...)

Shikaku Nara tidak peduli itu adalah apa. Inoichi Yamanaka juga tidak peduli itu adalah apa. Chouza Akimichi lebih tidak peduli lagi itu adalah apa. Mereka bertiga sedang makan barbekyu.

Sakumo Hatake peduli itu adalah apa. Pada awalnya. Tapi ia sibuk memasukkan dango ke mulut puteranya. Dan ia datang ke Rumah Teh adalah untuk bersantai sambil memandangi wajah batu ketiga hokage. Peduli amat dengan kericuhan yang terjadi di atas sana. Firasat Sakumo mengatakan bocah dari Uzu pasti ada hubungannya.

Mikoto Uchiha sangat tahu itu adalah apa. Insting perempuan tidak boleh dianggap main-main. Ia terbahak. Dalam batin ia mengirimkan doa untuk anggota timnya yang bodoh itu dan teman sparring-nya, agar mereka berdua bisa kembali dengan selamat, utuh, dan bernapas, dari atas sana. Tak lupa agar cepat sadar.

Fugaku Uchiha tidak peduli dengan Gunung Hokage. Ia diam-diam tersipu melihat sepupu(derajat-lima)nya tertawa lepas. Obito Uchiha merusak momen indah itu dengan melempar kunai ke jidat Fugaku. Mikoto harus membawa Fugaku ke rumah sakit.

Para ANBU segera tahu itu adalah apa. Sudah hapal, lebih tepatnya. Lalu mereka saling bertatapan sesama rekan patroli, mengangkat bahu, dan melanjutkan segala kegiatan (memata-matai, mengawal, mencekik penyusup, memancing ikan, menjemur baju, dan lain-lain) seakan-akan tidak ada kejadian spektakuler yang baru saja merusak kedigdayaan salah satu patung hokage mereka yang terdahulu.

Sandaime Hokage sudah menebak itu adalah apa. Dua kali tengokan ke jendela, lima kali penjedutan kening penuh frustasi ke dinding, dan satu hela napas berat kemudian, dia kembali duduk di depan meja. Lalu sibuk memelototi daftar biodata shinobi profesional yang kiranya memiliki elemen bumi handal dan berkenan untuk diberi misi mereparasi patung. Mereparasi gunung. Mereparasi tebing. Apa lah namanya.

Sedangkan warga Konoha yang lain...

Melongo syok dengan penampakan baru patung Shodaime di Gunung Hokage yang kini tidak berhidung.

--

Semua cerita punya akhir. Begitu juga cerita ini.

Sayangnya cerita tentang dua shinobi ini memutuskan untuk tidak mengikuti tradisi. Jadi, seluas samudera apapun harapan kita, dua tokoh shinobi dalam cerita ini tidak menutup permasalahan dengan satu pelukan yang mesra, ciuman yang hangat, atau janji-janji yang membara.

Melainkan dengan ‘perpelesiran’ yang sangat jauh hingga ke perbatasan negeri Hi dan Iwa, tiga minggu kemudian.

--

Semua yang mengenal Takahashi Iwao tahu bahwa ia adalah orang tua bijak yang tidak banyak bicara. Ia seorang shinobi yang tidak jelas status loyaltinya. Bertempat tinggal di tanah Iwa, yang berjarak hanya dua meter dari garis batas Hi. Nomor ID-nya terdata sebagai ninja Negeri Batu tersebut, namun ia bekerja untuk banyak desa. Tsuchikage bahkan sudah putus asa untuk mencapnya sebagai Ninja Buron.

Karena Takahashi Iwao memang tidak banyak tingkah. Lagipula, ia hanya mau menerima misi yang berhubungan dengan keahliannya sebagai juru pahat. Itu saja.

Sedangkan kegiatan sehari-harinya yang lain adalah beternak ayam. Dan tidur siang. Sangat tidak berbahaya.

Kecuali jika ada orang yang menyinggung karya pahatnya.

Kesimpulannya, Takahashi Iwao adalah harapan satu-satunya warga Konoha dalam memperbaiki hidung patung agung Shodaime mereka yang kini tengah rata. Shinobi lain telah berguguran, entah karena hasilnya menjadi lebih mancung, lebih lebar, atau bahkan lebih menceruk ke dalam. Mengenaskan.

Begitulah kata isi dari surat pengantar yang ditulis Sandaime Hokage untuknya.

Dan surat itu juga sudah memperingatkan Takahashi agar tabah dalam mengarungi perjalanannya ke Konoha. Sehubungan dengan masalah kurangnya sumber daya manusia, Konoha hanya bisa mengirimkan dua orang penjemput yang dapat diepitomkan sebagai duet ninja telat puber yang konyol aka pembuat masalah ini pada awalnya.

Takahashi sangat setuju.

Mereka berdua...

--


“—kamu selalu bilang begitu, Namikaze.”

“—karena memang begitu, Kushina-chan.”

“Jadi maksudmu Mikoto lebih bagus daripada aku!?”

Ma, ma, bukan begitu maksudku!“

--

...sangat berisik.

Dan mereka berdua...

--

“Bodoh, bodoh, bodoh! Namikaze bodoh! Pergi ke laut saja sana!”

“Kushina-chaaaan...!”

--

...entah terlalu polos atau memang bodoh kronis.

--

“...jadi, aku hanya menganggapnya sebagai adik. Wajar, kan?”

Dengus. “Kalau begitu, aku apa?”

“Eh?”

“Kalau Uchiha itu adik, aku apa, Namikaze?”

“Aa.” Batuk. Batuk. Batuk. Merah. Asap. Api unggun. Bakar ikan. “Eehm...”

“Hmmm?”

“Wah! Lihat, Kushina-chan! Kura-kura terbang!”

“Mana?!”

--

Bodoh kronis. Yap.

--

“Kita main saja, Namikaze.”

“Main apa?”

“Aku bertanya, dan kamu harus menjawab dalam satu detik. Tidak boleh lebih. Tidak boleh berpikir lama-lama.”

“Oh. Oke. Mulai.”

“Siapa gurumu?”

“Jiraiya.”

“Berapa nomor apartemenmu?”

“Tujuh belas.”

“Katak kesayanganmu?”

“Gamachiro.”

“Mikoto bagimu?”

“Adik, adik, adik.”

“Sandaime menurutmu?”

“Keriput.”

“Pfft—warna kesukaanmu?”

“Biru.”

“Ramen favoritmu?”

“Kaldu ayam.”

“Bulan kelahiranmu?”

“Januari.”

“Kamu sayang padaku?”

“Sangat.”

Ha!

“—tunggu, tunggu! Apa itu tadi?!”

--

Takahashi Iwao menggelengkan kepalanya. Pening.

Ini akan menjadi perjalanan yang saaaaangat panjang.

-00-

Remedial

Language: Indonesia

Title: Remedial

Author: Sahara Mizuchikara

Genre: Humor, walaupun sebenarnya garing…

Dislcaimer: Bukan punya akiu… Karakter-karakternya punya Masashi Kishimoto.

Summary: Emangnye siape yang remedial…??

(AN: Maaf ya, kalo garing en nggak nyambung… authornya pun emang nggak nyambung (authornya masih pemula...)… Fanfic pertama akiu… Baca ya… )

Remedial

(emang siapa yang remedial sih?!)

Teras SMA Konoha…

“Duh, ujan! Kalau ujan jadi becek, kalo becek nggak ada ojek. Jadi gimana dong…?” sahut Ino sebal.

“Eh, Ino! Lo tuh ye, nggak banget sih! Masa trade mark-nya Cinta Laura lo copy sih?” ejek Sakura.

“Mending deh, dari pada elo. Nggak punya trade mark!” kata Ino makin sebal.

“Heh, siape bilang gue nggak punya trade mark?! Shannarooo!!” Sakura hendak memukul Ino, tapi…

“Shinranshin no jutsu! Lo nggak bisa ngapa-ngapai kan?!” kata Ino. Jutsunya membuat kaku badan Sakura.

Ukh, damn it! Kata Sakura dalam hati. Kapan-kapan mampus lo!

“Ah, itu dia! Sasuke!!” teriak Ino sekuat-kuatnya sambil melambaikan tangannya ke arah parkiran. Sementara yang dipanggil nggak negok dikitpun . Budeg apa? Wong semua orang yang nunggu di depan sekolah pada terganggu. Bahkan Kakashi-sensei yang sedang serius membaca (baca… ya… pokoknya baca itu deh…) pun merasa konsentrasinya buyar (Nggak salah?! Kan otaknya memang nggak beres kalau lagi baca?!).

“Heh, ribut banget sih lo, Ino!” tegur Tenten yang lagi duduk dengan Hinata. Nunggu jeputan ayah Hinata gitu loh! Sekalian nebeng...

Sementara itu Sakura yang badannya udah mulai nggak kaku lagi pergi mengejar Sasuke sebelum ia pergi dengan Thunder-nya.

“Sasuke! Tunggu sebentar!” teriak Sakura sambil lari. Sasuke yang mendengarpun merespon.

“Ada apa, Sakura?”

“Ano, Sasuke-kun… Kamu bisa anter aku ke rumah nggak? Ibuku nggak jadi jeput. Beliau ada…” kalimat Sakura dipotong.

“Kenapa nggak bareng Ino aja?” tanya Sasuke kalem.

“Ayahnya jeput naik motor, aku mana bisa ikutan nebeng. Kamu nggak bareng si bodoh kan…?” kata Sakura dengan wajah memelas. Acting… action!

Si bodoh itu lagi remedial. Ya udah, naiklah,” kata Sasuke kemudian.

Inner Sakura: Shannarooo!! Berhasil!! Mampus lo Ino!

Kemudian Sakura nebeng dengan Sasuke. Walaupun hujan kena dikit nggak apa-apalah yang penting… Hihihihihi… Sakura cekikikan dalam hati.

Waktu mereka berdua (bertiga, sama motornya) melewati gerbang sekolah… Ino melihatnya…

“Ah! Sakura! Awas lo! Beraninya lo nyerobot bagian gue!” treak Ino lebih keras dari pada yang tadi. Bikin kuping orang-orang yang lagi nuggu disitu pada budeg. Bedengiiiiing. Suaranya melebihi geledek deh. Bahkan Asuma-sensei yang lagi minum kesedak, nyembur…! Jadi bikin repot Kurenai-sensei yang ada disebelahnya deh…

Sakura hanya menjulurkan lidahnya. Weee… rasain lo, Ino… Dan mereka pergi… eh, pulang bareng.

“Uhuk, Uhuek! Ino! Suara kamu jangan kenceng banget gitu dong!” ujar Asuma dibalik batuknya. Untung nggak kronis, dia kan perokok berat juga…

“Woi, Ino! Budeg tau!!” omel Tenten. Sementara Hinata yang disebelah Tenten pingsan. Untung Neji nampung sepupunya itu sebelum jatuh. Duh… bikin repot semua orang. Bahkan Shikamaru yang ada diparkiran (lagi nunggu Chouji yang… beli keripik kentang) bisa mendengar treakan Ino, dan berkomentar pendek, “Mendokuse…”

Tak lama kemudian, ayah Ino menjemput. Kemudian disusul Jaguar keluarga Hyuuga. Satu persatu mulai pulang meninggalkan sekolah. Makin lama makin sepi. Semuanya sudah pulang.

Semantara itu yang lagi remedial…

“Yeah! Selesai juga! Eh, Ebisu-sensei, ini. Aku boleh pulang ‘kan?”

“Hm… hm…” Ebisu memeriksa ulangan remedial Naruto.

“Masih belum tuntas, Naruto! Kerjakan ini lagi!”

“Ah, Ebisu-sensei! Kenapa sih?! Aku rasa aku sudah mengerjakannya dengan amat sangat baik sekali!!”

“Kau rasa. Aku rasa tidak,” jawab Ebisu dengan tenang.

“Ah, tidak! Aku mau pulang saja!” kata Naruto keras kepala.

“Kau pulang atau nilaimu merah dan kau tidak naik kelas…?” tanya Ebisu dengan efek kacamata hitamnya. Clink!

Muka Naruto jadi pucat karena mendengar kata tidak naik kelas.

“Ah… baiklah…”

Dengan lemas Naruto mengerjakan remedialnya yang kedua…

…puluh tiga kalinya…

Lagi, lagi dan lagi… aku remedial… batin Naruto.

“Aku lapar sekali… aku mau ramen, dattebayo…”

The End

Nggak jelas, nggak nyambung en garing ya…? Sori…

Review ya…

Salam.

The Beginning of Nightmare!

Language: Indonesia

Fanfic plesetan Author dari komik Naruto yang volume… un… lupa!! Pokoknya yang judul chapter-nya ituh The Beginning of Nightmare!! Yah, silahkan baca! Tapi jangan lupa untuk Rev. (Review, red.)! Hehehe… (Licik face mode: on!)

PS: -Author’s new program:- Oya! Buat yang mo promosi fanfic di sini gak papa.. mumpung Author lagi berbaik hati (Biasanya pelit kayak Kakuzu, maklum, satu turunan.). GJB

--

The Beginning of Nightmare!

Author: kagetsukiGo

SRASH!

Di sebuah lautan…

Tempat dimana sanbi tinggal…

“Wha!! Senpai! Guedhe buanget yah! Jadi ini yang namanya Sanbi?? Ekornya… tu-wa-ga… tiga!!” teriak Tobi heboh yang ngeliat Sanbi di depan matanya, SECARA LIVE!

“Dasar katro, un!!” gumam Deidara sendiri yang lagi naik burung-burungan di atas lautan itu…

“Deidara-senpai… sepertinya… kuat yach?? Yang beginian, kuserahkan kepada senpai saja, ah!” ujar Tobi seenak es krim.

“Tobi, kamu kan baru, un!! Kamu aja yang ngabisin, un!!”

“Ih! Kenapa!! Senpai takut yah?? Khakhakha…! Ih… senpai… aku bilangin ke anak-anak kalo senpai tuh sebenarnya penakut! Gossip baru! Gossip baru!” Tobi menari-nari.

“Tobi!! Awas ya, un!” Deidara sebel ngacungin jempolnya, eh, ngepalin tangannya! Diacungin ke Tobi!

BYURRR!

Gak hanya Deidara yang ngamuk sama Tobi, ternyata si Sanbi juga risih ngeliat jogetan Tobi yang narsis puol dan goyangannya yang maut bak Inul ngebor ituh…

“GYAAAAAAAAAAA!!” Tobi menjerit histeris. Dia langsung lari kayak cacing kena cuka (Lho?? Cacing kena cuka lari ya?)

“GYAAAAAAAAAAAAAAAA!! LARRRRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!!” treak Tobi sambil ngibrit menjauh.

“Tolol, un!” Deidara pun ngeluarin bom-nya yang bentuk ikan teri. Langsung dia jatohin ke dalam laut. Ikannya renang-renang.

Trus Deidara bilang, “Katsu!”

DUAAAAAARRR!!

--

“Whaaa!! Senpaiii!! Liat nih!! Kehebatan Tobi!! Lu tadi liat jurus maut gwa kan!! Senpai!!” ucap Tobi narsis, padahal dia ngga ngapa-ngapain.

“Tobi! Lu jangan kesenengan sendiri kayak gitu! Udah dibantu! Yang matiin dia (Sanbi) itu gueh tauk! Un!” Deidara jengkel.

“…” (Tobi)

“Tobi! Kalau lo benar-benar Akatsuki, lakukan semuanya dengan cool tanpa banyak bicara! Un? Kayak gw, un! Mengerti, un?” ceramah Deidara.

“…” (Tobi)

“Tobi, yang namanya seni adalah sesuatu yang sentimetal dan diciptakan dari emosi sesaat yang…”

“GWAHAHAHAA!! Ternyata senpai banyak bacoth juga, ya??” Tobi menyela sabda Deidara. Sabda Deidara disela ama Tobi!!

Kemudian terdengar, “Katsu!”

DUUUUUUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRRR!!

--

SRASH!!

Lautan itu tenang sekali… (nggak sih!)

Terdengar deburan ombak…

Deidara bercerita tentang kisah klasik pada Tobi yang sedang enak berbaring di atas Sanbi yang diseret pake burung-burungan Deidara…

“Tobi, dengarin yah… Sanbi tuh bukan Jinchuuriki! Jadi dia gak bisa kontrol diri! Dia itu lemah! Gak punya otak!!” ujar Deidara.

“Denger ya Tobi… bla bla bla bla bla bla blaaaaaaahhhhhhhhhh!!” (Sorry, capek bikin Deidara ngoceh terusss!) sabda Deidara.

“…” Tobi terdiem.

“Tobi, nanananananannananananananananannananaan……..bueh!” lanjut Deidara.

“…” Tobi diem.

“TOBI, lalalalallalalalallalalalalalalalalalalalalalalalalalalalalala………cuih!” tambah Deidara.

“…” Tobi tetep Diem.

“Tobi??”

“…” Masih diem..

Karena gak ada jawanan, tanggapan, dan opini Tobi, Deidara noleh. “Tobi! Jadi cool gak usah sediam itu!!”

“…” Tobi diem.

“??”

Lalu terdengarlah suara…

“Zzzzzz….groook…….zzzzzz….groookkk…..zzz…GRROOOKK!!” karena berhembus angin yang sepoi… bikin Tobi ngantuk dan ninggal Deidara tidur!!

“GGGGgggRRrrrHHhhhhh…..!!” Deidara jengkel ngeliat si Tobi dia langsung ngeluarin kibaku nendonya.

“Katsu!”

BBBUUUUUUUUUUUUUUUMMMMMMM!! GLLLLAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRRRRRRRR!!

“GGGGGGGYYYYYYYYYYYYYYYYYYYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!” Tobi mental 1jt Tahun Cahaya!

“Emang cuma cara itu doang yang pantes buat ngeBANGUNin elo, UN!” treak Deidara kesel. Dia ngomong barusan sampe uratnya putus semua!!

“KYYAAAAAAAAA!!” jerit Tobi penuh hysterical mode! Kemudian dia ngeliat kakinya. Kaki… kaki… tidak menyentuh tanah!! “Tobi… YEIY!! Tobi terrrbang!” ucapnya gembira. Tobi pun mendarat di bulan dan memakan semua keju di sana!! (Emangnya di bulan ada keju?? Ada-adain aja!)

Deidara look through the sky… “Tobi mana tu anak?? Koq ga balik-balik, un??” gumamnya bertanya-tanya..

-THE END-

--

WAKAKAK!! Gimana?? Rasanya gak beda jauh dengan yang asli kan?? Yasud, Rev. plis..

--

PS –lagi-: Bagi yang mo promosi fanfic-nya di sini (through review) ayo, silahkan! Dozou, dozou… Author ijinin. Asalkan sopan (??), tulis sekalian SUMMARY ato SINOPSIS-nya, yang MENARIK! Biar orang-orang TERTARIK! (Bagi yang paling bagus mendapatkan lollipop-nya Tobi. Hehehe…) Cuma promosi juga ngga papa. Author-nya kan baik.. (Hehehe… -dasar narsis!-).

NB-nya PS: Mumpung cuma sekali ini doang ngasih kesempatan!!

--

Promosi: Bwt temen-temen yang baca, rev. fanfic Author yang ‘Ketika Akatsuki Udah Nggak Eksis Lagi’, ya!! Sama yang ‘Mistakes’ (Promosi… promosi…). Sama yang ‘EMERGENCY!!’ sekalian! Hehehe… Kenapa?? Kenapa? Kan udah dikasih kesempatan?? (Hehehe… yasud.)

Baby its cold outside!

Baby its cold outside!
Author: alliedoll

Disclaimer: Guess what guys? I still don’t own Naruto, and neither do you.

Author note: I know this has been done before, but I felt the need to exorcise this little demon because I have to listen to this song about six times a day at work.

It had been a perfect second date. Asuma and Kurenai sat in a café finishing coffee engaged in quiet conversation. Outside, it began to snow.

She looked out the window at the night sky. “Look,” she said. “It’s snowing. I haven’t seen snow here in Konoha since we were kids.”

“I remember. We were six. I threw a snowball at you, it hit you in the face, and you ran home crying.”

She mock glared at him at him and replied laughingly “Anko and I got you back the next day.”

“Yeah, you did.” He chuckled softly.

Kurenai looked across the room and noticed that the clock on the wall read 11:30.

“I have to go,” she said. “I’m supposed to meet my team at seven in the morning.”

“You’re still going to train in this weather?”

“Of course,” she replied. “Ninjas have to be adaptable and know how to work in all weather. What, are you saying that you’d give your team the day off because of the snow?”

“Probably. They’re just kids. They probably want to spend the day pelting everyone with snowballs, not doing boring training exercises.”

She just smiled at him. “Guys,” she thought. “They use any excuse to act like kids.”

“Well, it is getting late,” she said. “I’ll call you tomorrow, if that’s ok.” She put on her jacket and got up to leave.

“Wait!” He touched her on the arm lightly. “I’ll walk you home.”

They walked hand in hand three blocks to her apartment. The wind blew hard and he pulled her closer to him to shield her from the icy gusts. They stopped at her door.

“Well, goodnight.” She kissed him on the cheek.

“You’re not going to ask me in?” he grinned slyly.

“I told you, I have to work early.”

“My apartment is two blocks in the other direction from the coffeehouse, and it’s freezing out here.” The snow fell harder, and the wind cut through Kurenai’s jacket. She knew he must be cold too, but she felt she needed to be firm in this situation. Still, one cup of cocoa might not hurt anything.

“Ok, you can come in for a little while. But just for an hour or so.”

When she went inside, she lit the fireplace in her living room, and went into the kitchen. “I’ll make us some cocoa. I have regular and mint chocolate. Which would you prefer?”

“Mint chocolate, and marshmallows if you have them.”

She made two cups of the mint chocolate cocoa and walked into the living room. She noticed he was sprawled on the couch, looking as if he anticipated her return.

She sat down and he pulled her closer to him. “Here’s your cocoa.”

He placed it on the end table next to the couch and pulled her into a kiss, slow and sweet at first and then passionate and filled with desire.

“Asuma,” she pulled away. “This isn’t a good idea.”

“Why not? We’re both adults, and we’ve known each other forever.”

“Yes, as friends and colleagues. We’ve just started dating, and I think we should take it slow. I don’t want to rush into anything. I want it to be right when it happens. It might be good if you went home now. It’s late.”

The wind howled through the trees.

“Look out there. You would really send a guy home in this weather?”

She looked out and noticed that the snow was falling harder, and the wind had really picked up.

“I guess not, but there will be a lot of talk tomorrow.”

“There’s already talk, Kurenai.” He put his arms around her and kissed her. He ran his hands through her dark hair. They traveled down her back as his kisses moved to her neck.

“Not so fast. I said you could stay here tonight…” She broke away from his embrace and walked to the hall closet. She pulled out a pillow and two blankets, and threw them at him. “I didn’t say anything about spending it in my bed.”

She walked back over and kissed him goodnight, and then she went to her bedroom and shut her door. Asuma sighed as he laid out his blankets and pillow on the couch. “Goodnight,” he whispered softly.

The Notebook

I'm too lazy to be working on another full movie/Naruto story.

Disclaimer: I owneth not, the Notebook, Naruto, nor Shikatema.

So I'll be doing the first chapter where they meet. In the future I may update it, but that's like IFFY. Very iffy.
So be prepared for a oneshot. X

Btw, I changed a little bit of it, to fit their personalities. So get over it.

asdfghjkl;

The Notebook

Author: amanda devaine

"So...freaking...troublesome..." Shikamaru dragged his feet along in the dirt and rocks that they spread around the Carnival for some craptastic reason. Why I allowed Chouji to bring me to carnival in the first place is beyond me. I knew he'd be eating the whole time...

Munch munch. Shikamaru cringed. Chouji was eating his fourth cotton candy now.

"Hey Chouji, aren't you sick of the stuff by now?"

"Nah, it's good," Chouji ate the rest in a bite. "Oooh look kettel corn!" Chouji ran off to the kettle corn stand.

Shikamaru nearly gagged. So much sugar would have made him regurgitate hours ago. He wandered over to the bumper cars, the closest ride to where he was standing, and leaned on the edge, watching the miniature cars whizz by. Almost hypnotizing...almost like those clouds... Shikamaru thought as his eyelids started closing. Even the motors and the smell of gas could not thorougly keep him awake.

Suddenly, he felt a crash against his arms, stomach, and legs and he flew back. "What the...?" Shikamaru stood up and rubbed his head. He saw a car that hit the wall he was using as his leaning post. "Sorry," the blonde haired girl in the car winked at him and drove off, bumping into one of her friends.

Shikamaru's mouth was wide open as his eyes followed her driving around the track. "Hey Shikamaru!" Chouji yelled.

"Yeah?" Shikamaru asked as he waved his hand to him as if saying "Go away"

"Uh...what are you doing?"

"Huh?" Shikamaru, the boy with an amazing high IQ asked stupidly. "Oh right, uh...nothing..Just watching the bumper cars," Shikamaru put on his usual lazy face.

Chouji saw through his ruse. "You saw a girl didn't you?" Chouji asked between munches. "Who is she?" Chouji asked curiously looking from girl to girl.

"Is it her?" Chouji pointed to a brunette with two buns on either side of her head talking to her long, black-haired friend.

Shikamaru realized it would be pointless to argue, since Chouji was already on to him. He sighed, "No."

"What about the one talking to her?" Chouji inquired.

"That's a guy..." Shikamaru stated as though it were the most obvious thing in the world, although, it really wasn't.

"Really!?" he laughed.

"Yes, Chouji."

"Hmm.." Chouji finished his kettle corn and tossed it into the trash can conventiently placed right next to them. "Hmm..." he repeated and put a hand up to his chin. "Her?" He pointed to a girl with suspicious looking pink hair.

"Uhh...no...Her hair is pink..." Shikamaru stated bluntly, his eyes wide open in shock. "Unless you didn't notice..." Shikamaru teased.

"Oh, I noticed. It looks alot like cotton candy..." Chouji gazed lovingly.

"Ew, Chouji..." Shikamaru shook his head at him disapprovingly.

"Hm...well...is it her?" Chouji pointed to a blonde with a long pony-tail. Her back was turned to the both of them.

"That's Ino!" Shikamaru had a look of horror on his face. The most troublesome woman ever...Other than my mother...

"I give up! Who is it?!"

Shikamaru hesitated for a moment. "Her," he pointed toward the girl who was getting up from her bumper car. She walked over to her red haired...male...friend and laughed.

"She's got a boyfriend...figures..." Shikamaru sighed.

"You don't know that!" Chouji piped up enthusiastically.

"Uh, yeah Chouji, I'm pretty sure she d--" But he couldn't finish his sentence because Chouji grabbed him and pulled him over to the girl and her alleged boyfriend.

"Uhh...hello?" The girl asked confusedly. She was still latched onto her friend. He's really odd looking. Why would such a beautiful girl go out with someone like him? Is that eyeliner? And I don't see any eyebrows...What a freak...

Chouji elbowed Shikamaru in the stomach. "Uh.. hi, my name's Shikamaru, and I was just wondering..." he paused as if he had forgotten what he was going to say.

"Yes?" the blonde cocked an eyebrow.

"...if you would like to go out on a date with me...on Friday..." Shikamaru asked quickly, before he lost his confidence again.

"I'm sorry..." she tried letting him down easily, "I can't..."

"Is it that you're busy or you just don't want to go with me?" Shikamaru was getting annoyed. How could she turn him down so crudely?

"Do you really want me to answer that question?" she asked.

"Yes, or else I would never have asked it," Shikamaru persisted.

"I just don't want to," she started to walk away and tugged her bizarre friend along.

"Wait,"

"Yes?"

"What's your name?"

"Temari," and with that she walked away.

There was no way Shikamaru could be forgotten so easily. The usually lazy boy wracked his brains for a way to get her to notice him. Normally, he wouldn't ask for help but...

"Chouji?"

"Yes?" he was licking at some ice cream now.

"What do I do?"

"Just forget about her," he said as if he knew something about the matter, "It helps..."

"I can't, buddy...I just...can't..." He was sitting down on a bench when he noticed her getting on the ferris wheel, dragging along her boyfriend.

"She's dating someone, dude," Chouji said between licks, "I mean, why else would she reject you that way?"

"I don't care if she has a boyfriend..I'm going to win her heart..." Shikamaru put his hands into the shape of a circle and leaned over as if thinking hard. After several silent minutes...

"I got it. Chouji, stay here." He ran full speed toward the ferris wheel.

"What are you doing?!" Chouji asked worriedly.

"Trust me!" Shikamaru said as he was almost there. He ran straight up past the line. As her little gondola went by he grabbed the bar right in front of it hung there. The ferris wheel went almost to the top, then apparently the conductor realized what had happened and stopped it abruptly.

He heard the annoyed voice of someone below. "Hey, you can't do that!! Get down from there!"

"No!" Shikamaru shouted back.

"What do you want?" Temari asked with a worried look on her face.

"Go out with me," Shikamaru persisted.

"No!" Temari refused, "Now get down from there!"

Shikamaru carelessly let go with one hand. "Go out with me or I'm letting go with the other hand," Temari clutched the hand of her friend tightly.

"Are you crazy?!" she screamed at him.

"Probably..." Shikamaru swung back and forth slightly, "Go out with me?"

"Yes, yes fine I'll go out with you!" Temari shouted worriedly. "Now please, just get down!"

"Okay," he said as he shimmied over and sat right between her and her red haired friend.

"I hope your boyfriend doesn't mind," Shikamaru stated bluntly.

"My boyfriend?!" Temari laughed.

"What...?" Shikamaru asked confused.

"This is my BROTHER!" she continued laughing, yet her brother remained absolutely quiet.

Shikamaru sweatdropped.

asdfghjkl;

Well there ya go. Like I said it may remain a oneshot. Most likely

But yeahh. I hope you liked. If I get enough reviews I may just put their second date. I don't know. X

I've only seen the Notebook once so if it's way off I'm sorry. Don't shoot me.

Better

Better
Author: WhoNeedsSanity

Disclamer:I don't own Naruto.

I had this sudden urge to write a Shikatema fic, so don't blame me if it's bad.

Better

"Checkmate." said Shikamaru with a smirk. Pause.

"Aughhh!" yelled Temari clearly frustrated.

"You know what I haven't won a single game damnit!"

"Wha?" said Shikamaru slightly backing up.

"Oh I'm sorry genious, let-me-say-it-so-you'll-understand," she said putting emphasis on each word. Shikamaru twitched. "I've been coming to Konoha each week for 30 weeks." she started calmly, "out of those 30 weeks we have played shogi 25 of those weeks," voice slightly agitated, "out of those 25 times we've played strip shogi 10 times." voice louder, "out of those 10 times I've never won," now yelling, "in fact out of those 25 I've never won once!" she finished now screaming.

Shikamaru loved to see her this pissed off so he wanted more entertainment, especially since she was only in her bra and underwearand he was only in his pants. But he wasn't an idiot and backed up everytime she got louder. Genious or not the next thing he said would have had had anyone thinking he was an idiot,

"So I take it you don't want to play another round of shogi?"

"Forget you!" she yelled.

Next she grabbed her clothes put them on without trying to look presentable and made her way to the door.

"You do know you have to stay two more days because of Tsunade's meeting with Gaara." he said as she left. Slam

"...Troublesome."

'That little brat!' Temari thought to herself while making her way to Ino's house. After 30 weeks she new some Konoha gossip like Sasuke came back and loves Sakura but she doesn't know, Hinata loves Naruto and they're going out, Neji and Tenten are suspected to be secretly dating , and last Ino used to go out with Shikamaru, but it only lasted a week because he forgot something on their first date.

'I wonder what he forgot to do.'she thought as she finally reached Ino's house. She took a deep breath preparing herself for an overdramatic, girly-girl, drama queen.

"Why me?" she said quietly while knocking on the door.

"I'll get it dad!" Temari heard from the inside the house.

'I'd bet 10 bucks she's getting ready for something.' Temari thought with a chuckle. Sure enough there she was in a robe and towel wrapped around her blonde hair

"Oh Temari aren't you upposed to be at Shikamaru's playing shogi..." she trailed off after noticing Temari's glare.

"Oookay, why are you here?" she said motioning Temari in the door.

" 'Cause I want to know why you and Shikamaru and you broke up." she replied pretending to be sooo interested.

"Well," she started, leaning in while Temari leaned back lazily crossing her legs.

"Shika and I were talking about going out and..." Temari lost what she had said after that for awhile.

'I'm so sure I asked her how they broke up not how they started going out .' thought Temari listening to Ino droll on. Just when she thought she was about to die she the words first date and perked up her ears.

"Oh on our first date first he didn't even remember, then do you know what he did while we were watching the clouds? He fell asleep, Temari, asleep!" Ino waited for feedback, Temari fought back the urge to smile then replied,

"Oh my God really?!" giving her normal response.

"I know! So I woke him up and dumped his ass right there!" she finished gleaming with pride.

"Thanks for the story Ino!" she called to Ino while running down the street to Shikamaru's best friend's house, Chouji, and just in case she grabbed a whole sacks worth of chips, candy, and anything else she could find.

Temari would need a lot more ammo to catch Shika off guard on the shogi matches. After all he was way to lazy to care about falling asleep on a first date. Once she finally reached Chouji's house she knocked on the door rapidly. She didn't expect to find Chouji getting ready for something too.

"Oh hey Temari." said Chouji suprised,"Why aren't you at..." Another victim to Temari's glare.

"Want to come in, but you've got to hurry I've got somewhere to go." he said glancing at the clock. Temari could already guess with who so she didn't ask.

"So Chouji," she started mischiviously, "want some candy or maybe some chips?"

"Um, no thanks." he said hesitantly.

"Oh come on Chouji their a new flavor." she said as his eyes widened.

"And these are said to be the sweetest in town." she said while holding a bag of candy in front of him. Chouji gulped, and Temari knew just what to do. She opened up a bag and slowly grabbed a chip. Chouji watched it longingly. Then Temari bit it in two and Chouji lunged for the bag, but Temari was too quick.

"Uh-uh-uh," she said, "first tell me something embarrising about Shikamaru." He looked to his side obviously thinking.

"You won't tell him I told you right?"

"No, of course not." she replied.

"Ok, in the academy Shikamaru asked Ino everyday if they could go out." he started slowly feeling guilty, and Ino always replied-"

"Eww, don't get me wrong, you're cute,but you're no Sasuke." said a new voice from the door. It was Ino.

"Ready to go Chouji?" asked Ino impatiently.

"Y-yes, Ino." he replied stunned by how she looked. This was Temari's cue to leave. She left the bags of chips and candy andleft for Sakura's place.

Sakura was cool, but sometimes she was emotional. For example, when Sasuke didn't say hi to her one day she called Temari at 12 at night and she didn't let her go to sleep until 5 a.m. Temari took another deep breath, hopefully she wasn't in one of those moods.

"Hey Temari, what's up." came a voice from the top of the balcony. She looked up to see Sakura in her normal clothes.

"I'm wondering if you got any dirt on Shikamaru." she answered dryly.

"I'm insulted Temari," she said while putting her hand to her chest dramatically, "I have dirt on everybody." she finished with a grin. Not even a minute later she answered the door and Temari noticed Sasuke in her house. She entered the house and sat across Sasuke.

"So what you got?" she asked.

"Ok Sasuke told me this one, he sleeps with deer slippers." Sakura said laughing.

"Already know that." she said.

"Oh yeah you have to sleep there don't you, hmmm."

Then Sasuke walked over and whispered something in in Temari's ear. She gasped and ran out the door straight for Shika's house.

"What did you say to her?" said Sakura astonished. He whispered what he said in Temari's ear to Sakura's. She gaped at what he said.

"No." she said disbelievingly a smile creeping up.

'I can't believe Shikamaru..." she didn't finish as she reached the door.

She easily opened the door, they had a jounin, a chunin, and a anger-management needing mother in their house, there was no need to lock doors.

"I want a rematch!" she said as she entered Shika's room.

"You sure?" he answered witha smirk. Temari simply smirked back.

"Aughh." she almost yelled, but remembered her plan.

"You know you're doing worse than usual." he said with a yawn.

"Shut up, at least I don't fall asleep on first dates." she retorted back. Shikamaru looked caught off guard for a moment giving Temari enough time to look at the board properlywith satisfaction. His next move was a glance at the clouds to clear his mind. Tmari moved a spot even Shikamaru would notice especially since he was staring at the clouds.

"Go." she said impatiently as the game continued.

Temari saw the moment she was waiting for and Shikamarumade his next move confidently. She would crush that confidence.

"So Shika," he looked at her confused, but she ignored it,

"how was your 'game' in the academy?" he gawked at what she said then she moved closer to him seductively. Then close enough he could feel her warm breath on his lips. He couldn't move any more he was completely frozen.

"Do you know what Sasuke told me?" she moved forward more and now he was on the ground with her on top.

"Just to tell you, eww you're cute, but you're no Sasuke," he didn't move, "you're better." she said as she gently pushed her lips against his. He was shocked, but returned the kiss, then she broke apart and said,

"He told me you loved me," she paused for a second, "Ohand by the way," another pause, "Checkmate."

Good or bad please tell me...

Although this is something I thought of on the top of my head...

Oh well, REVIEW PLEASE!